Thursday, February 28, 2013

TENTANG OKSIGEN DAN KLOROFIL DI DALAM AL QURAN...



Ilmu pengetahuan tidak mungkin bertentangan dengan agama. Dan agama tidak mungkin bertentangan dengan ilmu pengetahuan.

Ciri keaslian dan keotentikan suatu kitab suci yang  benar-benar berasal dari Tuhan adalah apa yang dijabarkan, baik tersirat apalagi yang tersurat tidak boleh bertentangan dengan Ilmu Pasti Alam, kerana kedua-duanya diturunkan dari Tuhan.

Itulah yang selalu ditekankan Islam melalui Al-Qur'an sebagai kitab suci. Di berbagai ayat, banyak perintah untuk memperhatikan dan berfikir mengenai berbagai fenomena yang terjadi. Bahkan dikatakan juga bahwa tanda-tanda Allah di alam ini ditujukan bagi orang yang berfikir. Menarik untuk dicermati bahwa tanda-tanda itu adalah untuk orang yang berfikir, bukan untuk orang yang beriman (saja). Dengan memikirkan fenomena alam sekitar maka akan semakin yakin seseorang akan keberadaan  Pencipta dan akhirnya mampu memilih agama yang benar yang membawa kebenaran.

Salah satu ayat yang menarik adalah surah Al-Waaqi'ah (56) ayat 71-72, yang terjemahannya adalah sebagai berikut :

[56:71-72] Tidakkah kamu perhatikan api yang kamu nyalakan. Kamukah yang menjadikan pohon itu (syajarataha) atau Kami-kah yang menjadikannya?

Disini sekali lagi pemilihan kata di dalam Al-Qur'an membuktikan bahwa Qur'an adalah memang benar diturunkan dan berasal dari Allah. Surah 56 ayat 72 menggunakan kata "syajarataha" yang artinya "pohon itu" (di banyak terjemahan bahasa Indonesia mengartikannya sebagai "kayu itu"). Kayu sendiri dalam bahasa arab adalah "khusyub", seperti yang digunakan di surah Al-Munafiqun (63) ayat 4 :

[63:4] ... Mereka adalah seakan-akan kayu (khusyubun) yang tersandar ...

Menarik untuk diperhatikan bahwa Allah menggunakan kata "pohon itu" (syajarataha), bukannya "kayu itu" (khusyubuha) dalam kaitannya dengan penyalaan api. 15 abad yang lalu ketika ayat ini diturunkan, bahkan masih ada sampai sekarang, dalam menyalakan api, manusia menggunakan potongan-potongan kayu dan menggosok-gosokkan potongan kayu tersebut. Sepertinya tidak ada yang menggunakan "pohon" untuk menghasilkan api untuk keperluan sehari-harinya. Akan tetapi Qur'an memakai kata "pohon" dan bukannya "kayu" untuk menjelaskan mengenai api.

Satu sifat api adalah agar dapat bertahan, ia memerlukan  oksigen. Tanpa oksigen, api akan segera padam, kerana tidak akan dapat melakukan reaksi kimia yang mana memerlukan oksigen. Seperti yang kita ketahui, pohon melakukan fotosintesis yang mana mengubah karbondioksida dan air menjadi glukosa dan oksigen.



Oksigen ini akan dilepaskan oleh pohon sebagai hasil tambahan dari fotosintesis. Dengan oksigen inilah sehingga manusia dapat menyalakan api. Oleh kerana itu setelah Allah melalui Al-Qur'an menyatakan "Tidakkah kamu perhatikan api yang kamu nyalakan?" Allah langsung bertanya " Apakah kamu yang menjadikan pohon itu ataukah Kami yang menjadikannya?" Kerana tanpa pohon, tidak akan ada oksigen dan tanpa oksigen tidak akan ada api.

Jadi, fakta yang baru ditemukan pertengahan abad ke 18 (mengenai fotosintesis) telah di jelaskan oleh Al-Qur'an 15 abad yang lalu. Tentu saja, 15 abad yang lalu mungkin tidak ada yang menyedari maksud sebenarnya dari ayat ini, kerana istilah oksigen dan fotosintesis sama sekali belum dikenal pada masa itu, terfikirkan pun mungkin saja tidak, sehingga "syajarataha" dalam ayat ini ditafsirkan oleh para ahli tafsir terdahulu sama dengan "khusubuha"
dimana dalam membuat api, orang menggosok-gosokkan kayu atau menggunakan kayu sebagai bahan bakar.

Lebih dalam lagi, Al-Qur'an menjelaskan hal yang sama dengan narasi yang berbeda di ayat-ayat yang lain :

[36:80] yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari pohon yang hijau (as-syajari al-akhdhari), maka tiba-tiba kamu nyalakan daripadanya"

[6:99] dan Dialah yang menurunkan air dari langit, lalu kami tumbuhkan dengan itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka Kami hasilkan dari itu "sesuatu yang hijau" (khadiran), Kami keluarkan dari itu butir yang banyak ...

Di dua ayat diatas, dimunculkan kata "akhdar" yang berarti hijau dalam kaitannya dengan pohon (syajara) dan tumbuh-tumbuhan (nabaata). Pada surah ke Yaasiin (36), lebih spesifik lagi dikatakan api dijadikan dari "pohon yang (memiliki) hijau" (as-syajari al-akhdari), kerana hanya pohon yang memiliki zat hijau daun atau yang dikenal sebagai klorofil yang dapat melakukan fotosintesis dan menghasilkan oksigen. Klorofil adalah zat yang berperanan untuk mengubah cahaya matahari menjadi energi yang diperlukan tumbuhan untuk mengubah karbondioksida dan air menjadi glukosa serta menghasilkan oksigen. Tanpa klorofil, tumbuhan-tumbuhan tidak akan dapat melakukan fotosintesis yang tentu saja tidak akan dapat menghasilkan oksigen sehingga api pun tidak akan dapat dinyalakan.

Di surah Al-An'aam (6) ayat ke 99 Allah melalui Quran menyatakan " fa-akhrajna (lalu Kami keluarkan/hasilkan/adakan) min'hu (darinya) khadiran (sesuatu yang hijau)". Selanjutnya dikatakan bahwa sang "khadiran" atau "sesuatu yang hijau" atau istilah populernya "klorofil" tersebut mampu menghasilkan bagi tumbuh-tumbuhan butir yang banyak, kerana dengan adanya klorofil maka proses fotosintesis dapat berjalan sehingga menghasilkan makanan yang diperlukan bagi tumbuh-tumbuhan untuk menghasilkan buah.

Jika di surah 36 dan 56 di atas Allah menggunakan kata "syajara" atau "pohon" dalam kaitannya dengan api, maka dalam menjelaskan "sesuatu yang hijau" atau khadiran di surah 6, dimana tidak disebut-sebutkan kaitannya dengan api, Allah memasangkannya dengan kata "nabata" atau "tumbuh-tumbuhan". Hal ini kerana jika terkait dengan api, "syajara" atau "pohon" selain menghasilkan oksigen, juga memiliki kayu yang juga diperlukan dalam membuat api sebagai bahan bakarnya.

Masih di surah Al-An'aam (6) ayat ke 99, di akhir ayatnya Allah berkata :

[6:99] ... Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah, dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman.

Di sini Allah secara spesifik menekankan kita untuk memperhatikan keadaan buah dan sekitarnya, mulai ketika buah tersebut masih muda sampai menjadi matang, bagaimana keadaan daun-daun di sekitar buah tersebut, sampai akhirnya pohon tersebut akhirnya tidak menghasilkan buah lagi. Dari daun yang awal mulanya berwarna hijau menjadi mulai memudar dan menjadi berwarna kuning (disebagian jenis pohon), akibat sel-sel hijau daunnya telah mati.

Demikianlah Allah menunjukkan tanda-tandanya kepada manusia, sebagaimana yang difirmankan-Nya dalam surah Fushshilat (41) ayat 53 :

[41:53] Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?


Wallahu a'lam
Maha benar Allah dengan segala firman-Nya
Sumber : http://www.quranandscience.com/plants/ dan sumber-sumber lainnya

Tuesday, February 26, 2013

MISTERI DI SEBALIK SINGKATNYA WAKTU...




PARA orang tua banyak yang mengatakan bahwa waktu terasa berjalan semakin cepat saja. Dulu , kata mereka waktu tak secepat sekarang . Benarkah waktu memang semakin cepat? Atau hanya perasaan manusia saja hidupan di dunia ini, sehingga tak merasakan perjalanan waktu yang sebenarnya konstan?

Tapi boleh  jadi benar  perasaan waktu semakin cepat. Kata ilmuwan NASA, waktu rotasi bumi ternyata sudah berubah lebih cepat sepersekian ribu detik. Tepatnya 1.26 milidetik .


Namun jauh sebelum itu Rasul pernah berkata:

”Hari Kiamat tak akan datang kecuali insiden berikut ini terjadi. Waktu akan semakin singkat, di mana jarak akan semakin pendek dengan digunakannya kendaraan.” (Bukhari, Fitan.25; Ahmad ibn Hanbal, Musnad, 2/313).

Dalam hadis lain disebutkan, Anas RA berkata, Rasulullah SAW bersabda,
"Hari Kiamat tak akan datang kecuali waktu semakin singkat. Penyingkatan ini terjadi sedemikian cara seperti satu tahun yang berlalu seperti sebulan, dan sebulan yang berlalu seperti seminggu, dan seminggu berlalu seperti satu hari dan satu hari yang berlalu seperti satu jam dan satu jam yang berlalu seperti secepat kilat,” (Tirmidhi, Zuhd: 24, 2333).




Cendekiawan Muslim
Harun Yahya mengungkapkan, saat ini waktu memang terasa berputar lebih cepat.

”Pertanda akhir zaman yang
telah disebut Rasulullah SAW itu secara ilmiah telah terbukti. Waktu semakin singkat,” papar cendekiawan memiliki nama asli Adnan Oktar itu.

Menurut Harun Yahya, di ruang di antara permukaan bumi dan ionosfer konduktif, terdapat getaran alami. Frekuensi mendasar ini yang juga dikenal sebagai Detak Jantung Dunia, disebut sebagai Resonansi Schumann.

”Hal tersebut telah diramalkan secara matematik oleh fizikawan Jerman Winfried R Schuman pada tahun 1952,” tuturnya.

Resonansi Schumann, kata dia, sangat penting kerana membungkus bumi. ”Dengan demikian terus menjaga alam dan semua bentuk kehidupan di bawah efeknya. Hal ini secara terus menerus diukur oleh pusat penelitian fizika terkemuka di dunia.”

Pada 1950, Resonansi Schumann diukur pada skala 7.8 hertz. Nilai ini dianggap tetap konstan. Memang sistem komunikasi global militer ini didirikan di atas frekuensi ini.

Namun, pada 1980-an, terjadi perubahan tiba-tiba. Sebab, pada tahun itu Resonansi Schumann diukur di atas 11 hertz.

”Laporan terbaru telah mengungkapkan bahwa angka ini bahkan akan meningkat lagi. Perubahan dalam Resonansi Schumann; frekuensi menunjukkan mempercepat waktu,” tuturnya.

Dengan demikian, waktu 24 jam terasa seperti 16 jam atau kurang. Ilmu pengetahuan tidak mampu menjelaskan mengapa angka ini mengalami kenaikan, atau faktor yang menyebabkannya meningkat.

”Dengan makin singkatnya waktu, pertanda akhir zaman yang diramalkan oleh Nabi SAW terbukti secara ilmiah saat ini,” tambahnya.

Bumi semakin dipersiapkan untuk hari Kiamat dan oleh kehendak Allah pertanda yang diisyaratkan terjadi secara berturut turut. Sudahkah kita bersedia?

[Sumber: Harun Yahya]

via: zilzaal

Monday, February 25, 2013

IBU, JAGALAH MAKANAN KELUARGAMU....



Perkembangan industri makanan, di saat dunia dipimpin oleh sistem kapitalis, semakin memprihatinkan. Para pengusaha makanan tidak mementingkan lagi masalah keselamatan  bagi kesihatan konsumer, apalagi masalah ke halalan. Banyak beredar di dalam  masyarakat makanan yang sangat berbahaya bagi kesihatan, bahkan makanan yang syubhat (diragukan) status halalnya. Para pengusaha kapitalis hanya mengejar keuntungan semata-mata.

Para ibu atau suri rumah tangga bertanggung jawab dalam menyediakan makanan sehari-hari yang sesuai dengan syariat Islam. Padahal, makanan yang halal dan selamat  untuk kesihatan sudah menjadi barang yang amat perlu. Dengan demikian tugas ibu hari ini menjadi amatlah berat.


Bagaimana Panduan Islam dalam Masalah Makanan?

Waspadai Kemusyrikan dari Makanan


Ajaran Islam mencakup seluruh aspek kehidupan, termasuk masalah makanan. Makanan dalam kehidupan manusia dapat mempengaruhi pertumbuhan fizikal dan kecerdasan akal, membentuk sifat dan mendorong perilaku tertentu, keadaan jasmani dan rohani anak-anak yang akan dilahirkan, diterima atau ditolaknya amal ibadah dan do’a, keadaan kehidupan di akhirat. Allah Swt berfirman, "Maka seharusnya manusia memperhatikan makanannya" (QS. Abasa: 24).

Dari segi fizikal, kesalahan dalam makanan dapat mengganggu kerja tubuh, hingga dalam jangka waktu tertentu dapat menimbulkan penyakit (jantung, paru-paru, darah tinggi, diabetes, penyakit perut dan usus, obesitas, depresi, tumor, kanser, dan sebagainya). Hal itu boleh  terjadi kerana terlalu banyak makanan, garam, gula, lemak, kolesterol, bahan makanan tambahan, alkohol, merokok, dan sebagainya.

Berkaitan dengan iman dan ibadah, kita harus melakukan hal yang berkaitan dengan makanan sesuai dengan petunjuk Allah. Jika kita dengan sengaja menyimpang dari aturan Allah Swt bererti kita telah berbuat kemaksiatan yang boleh mmbawa kepada kemusyrikan. Allah Swt berfirman, “Jangan kamu makan daging yang disembelih bukan dengan nama Allah. Sebab itu adalah suatu dosa. Sesungguhnya syaitan itu mengilhami pengikut-pengikutnya untuk menentang kamu. Kalau kamu turuti mereka, niscaya kamu akan menjadi musyrik pula” (QS. Al An’am: 121).


Makanan Sihat



Pangkal penyakit kebanyakan bersumber dari makanan. Rumus makanan sihat sesuai dengan firman Allah:
"Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi thoyyiban (baik) dari apa-apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan......(QS Al Baqarah: 168).

Halal yakni diketahui jelas riwayat makanannya (dari mana sumbernya dan bagaimana proses pengolahannya), serta memenuhi standard halal sesuai Al-Qur'an maupun Hadits. Thoyiban yakni kualiti kandungan gizi/nutrisi dalam makanan yang sesuai dengan keperluan  tubuh.

Allah SWT berfirman,"....,makan minumlah dan jangan berlebih-lebihan (melampaui batas yang diperlukan tubuh dan batas-batas yang dihalalkan)". Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan"(QS. Al Araaf (7) : 31)

Rasulullah Saw bersabda: “Anak Adam tidak memenuhkan suatu tempat yang lebih jelek dari perutnya. Cukuplah bagi mereka beberapa suap yang dapat memfungsikan tubuhnya. Kalau tidak ditemukan jalan lain, maka (ia dapat mengisi perutnya) dengan sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiganya lagi untuk pernafasan” (HR Ibnu Majah dan Ibnu Hibban).
Rasulullah bersabda, “Cukuplah bagi manusia untuk mengonsumsi beberapa suap makanan saja untuk menegakkan tulang sulbinya (rusuknya).”


Hindari Makanan Haram

Bangkai, kecuali bangkai ikan dan belalang, bangkai haiwan yang tidak mempunyai darah mengalir (lebah, dsb), dan tulang dari bangkai, tanduk, bulu, rambut, kuku, dan kulit kerana asalnya adalah suci.

Darah, daging babi, daging haiwan yang disembelih tanpa menyebut nama Allah (QS Al Baqarah: 173). Haiwan yang disembelih untuk berhala, minuman yang memabukkan, binatang jalalah (hewan yang memakan kotoran/najis), haiwan buas (bertaring dan bercakar) (HR Muslim dan Abu Dawud).
Haiwan yang disyari’atkan untuk dibunuh (burung gagak, rajawali, tikus, tokek, ular, kalajengking, dan anjing buas) (HR. Bukhari-Muslim).
Haiwan yang tidak boleh dibunuh dan dimakan (semut, burung hud-hud, dan burung shurad) (HR. Nasa’i dan Ahmad).

Semua haiwan yang kotor, najis, dan menjijikkan. Haiwan yang hidup di dua alam.

Tips  Makan Sihat ala Rasulullah


Rasulullah bersabda, “Kami adalah kaum yang tidak makan sebelum merasa lapar dan bila kami makan tidak pernah kekenyangan” (HR Bukhari Musim).

Setelah wafatnya Rasulullah, para sahabat pernah mengunjungi Aisyah ra. Sambil menunggu Aisyah ra, para sahabat yang sudah menjadi kaya, saling bercerita tentang menu makanan mereka yang meningkat dan bermacam-macam. Aisyah r.ha menangis mendengar hal itu.
“Apa yang membuatmu menangis, wahai Bunda?” tanya para sahabat. Aisyah: “Dahulu Rasulullah tidak pernah mengenyangkan perutnya dengan dua jenis makanan. Ketika sudah kenyang dengan roti, beliau tidak akan makan kurma, dan ketika sudah kenyang dengan kurma, beliau tidak akan makan roti”. Penelitian membuktikan bahwa berkumpulnya berbagai jenis makanan dalam perut menimbulkan bermacam-macam penyakit.

Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya aku tidak makan dengan bersandar. Makan dengan sikap duduk tegak dan tidak menyandar, membuat makanan turun dengan sempurna, sehingga perut terjaga.

Sebulan dalam setahun, umat Islam diwajibkan berpuasa. Bahkan dianjurkan berpuasa sunat  seminggu dua hari, atau sebulan tiga hari. Hal ini memberikan kesempatan kepada organ-organ pencernaan agar dapat  beristirehat.

Tata cara makan sesuai syari’at Islam: mencuci tangan sebelum makan, membaca basmalah ketika memulai makan, mengambil makanan yang paling dekat dengan tangannya, makan dengan tangan kanan dan menggunakan tiga jari (jari tangan kita yang sudah dibersihkan mengandung bakteri non patogen yang membantu proses pencernaan), mengunyah makanan dengan perlahan, dalam keadaan duduk (jika berdiri dapat melukai saluran cerna), tidak meniup makanan yang masih panas, minum dengan tiga kali nafas, mengakhiri makan dengan mengucap Hamdalah.

Rasulullah tidak makan dua jenis makanan panas atau dua jenis makanan yang dingin secara bersamaan.
Beliau tidak makan ikan dan daging dalam satu waktu.
Beliau tidak terus  tidur setelah makan malam, kerana tidak baik bagi jantung.
Beliau tidak terlalu banyak makan daging kerana berakibat buruk pada persendian dan ginjal.
Pesan Umar r.a, “Jangan kau jadikan perutmu sebagai kuburan bagi haiwan-haiwan ternak!”

Menu harian Rasulullah:
Setelah Subuh, Rasulullah minum segelas air yang dicampur dengan sesendok madu asli. Madu berfungsi membersihkan perut (pencernaan), mengaktifkan usus-usus, menyembuhkan sembelit, wasir, peradangan, serta menyembuhkan luka /ulser.

Masuk waktu Dhuha, Rasulullah selalu makan tujuh butir kurma “ajwa”/matang. Sabda beliau, barang siapa yang makan tujuh butir kurma akan terlindungi dari racun.
Seorang wanita Yahudi pernah menaruh racun dalam makanan Rasulullah (percubaan pembunuhan di perang Khaibar). Racun yang tertelan oleh nabi kemudian dapat  dineutral oleh kurma. Bisyir ibnu al Barra’, salah seorang sahabat yang ikut makan racun tersebut, akhirnya meninggal.

Menjelang petang  hari, menu Rasulullah adalah cuka dan minyak zaitun yang dikonsumsi dengan makanan pokok (seperti roti). Manfaatnya, mencegah lemah tulang dan kepikunan di hari tua, melancarkan sembelit, menurunkan kolesterol, memperlancar pencernaan, mencegah kanser dan menjaga suhu tubuh di musim dingin.

Di malam hari, menu utama Rasulullah adalah sayur-sayuran (biasanya selalu mengonsumsi sana al makki dan sanut), yang memiliki kandungan zat dan fungsi untuk memperkuat daya tahan tubuh dan melindungi dari serangan penyakit.
Makanan yang disukai Rasulullah tetapi tidak rutin dikonsumsi, misalnya tsarid (campuran roti dan daging dengan kuah air masak seperti bubur ayam), buah yaqthin (labu manis) yang dapat  mencegah penyakit gula, makan anggur dan hilbah.

Wahai ibu, berbelanjalah dengan cerdas agar keluarga kita terhindar dari makanan haram dan kemusyrikan. Berilah teladan dan pembiasaan tata cara makan ala nabi, agar anak-anak kita menjadi generasi yang sihat dan kuat. Keluarga kita mampu beribadah secara optimal dan berjuang secara maksimal membentuk generasi hebat yang siap memimpin dunia.

Ummu Hafizh

sumber: suaraIslamonline

Thursday, February 21, 2013

TIPS SIHAT RASULULLAH S.A.W......




BERAPA kali dalam setahun anda jatuh sakit?
Sihat, bagi orang Islam, merupakan akumulasi beberapa hal; cukup tidur, makanan yang baik, olahraga teratur, dan menjauhi maksiat—selain juga mendekatkan diri dengan Allah SWT.

Menurut banyak riwayat, Rasululllah Muhammad SAW hanya sakit selama satu hari dalam hidupnya, yaitu ketika menjelang wafatnya beliau. Ada juga yang meriwayatkan, baginda  SAW sakit dua kali.

Selidik punya selidik, Rasul ternyata mempunyai setidak-tidaknya tujuh kebiasaan yang selalu beliau tunaikan dalam kehidupan hariannya, iaitu:.
1. SELALU BANGUN SEBELUM SUBUH


Rasul selalu mengajak ummatnya untuk bangun sebelum subuh, melaksanakan sholat sunat dan sholat Fardhu,sholat subuh berjamaah. Hal ini memberi hikmah yang mendalam antara lain :

- Berlimpah pahala dari Allah.

- Kesegaran udara subuh yang bagus untuk kesihatan/ terapi penyakit TB.

- Memperkuat fikiran dan menyihatkan perasaan.


2. AKTIF MENJAGA KEBERSIHAN

Rasul selalu senantiasa rapi & bersih, tiap hari khamis atau Jumaat beliau mencuci rambut-rambut halus di pipi, selalu memotong kuku, bersisir dan berminyak wangi.
“Mandi pada hari Jumaat adalah wajib bagi setiap orang-orang dewasa. Demikian pula menggosok gigi dan memakai harum-haruman,” (HR Muslim).


3.TIDAK PERNAH BANYAK MAKAN

Sabda Rasul :
“Kami adalah satu kaum yang tidak makan sebelum lapar dan bila kami makan tidak terlalu banyak (tidak sampai kekenyangan)”(Muttafaq Alaih).

Dalam tubuh manusia ada 3 ruang untuk 3 benda :
Sepertiga untuk udara,
sepertiga untuk air
dan sepertiga lainnya untuk makanan. Bahkan ada satu tarbiyyah khusus bagi ummat Islam dengan adanya Puasa Ramadhan untuk menyeimbangkan kesihatan.


4. GEMAR BERJALAN KAKI

Rasul selalu berjalan kaki ke Masjid, pasar, medan jihad, mengunjungi rumah sahabat, dan sebagainya. Dengan berjalan kaki, keringat akan mengalir, pori-pori terbuka dan peredaran darah akan berjalan lancar. Ini penting untuk mencegah penyakit jantung


5. TIDAK PEMARAH

Nasihat Rasulullah : “Jangan Marah”diulangi sampai 3 kali. Ini menunujukkan hakikat kesihatan dan kekuatan Muslim bukanlah terletak pada jasadiyah belaka, tetapi lebih jauh yaitu dilandasi oleh kebersihan dan kesihatan jiwa. Ada terapi yang tepat untuk menahan marah :

- Mengubah posisi ketika marah, bila berdiri maka duduk, dan bila duduk maka berbaring

- Membaca Ta ‘awwudz, kerana marah itu dari Syaithon

- Segeralah berwudhu

- Sholat 2 Rokaat untuk meraih ketenangan dan menghilangkan kegundahan hati


6. OPTIMIS DAN TIDAK PUTUS ASA

Sikap optimis akan memberikan dampak psikologi yang mendalam bagi kelapangan jiwa sehingga tetap sabar, istiqomah dan bekerja keras, serta tawakal kepada Allah SWT


7. TAK PERNAH IRI HATI

Untuk menjaga kestabilan  hati & kesihatan jiwa, mentaliti,  maka menjauhi iri hati merupakan tindakan preventif yang sangat tepat.

So, berminat hidup sihat sepanjang tahun? Cuba tips  Rasul ini. [islampos]

sumber:  zilzaal

Saturday, February 16, 2013

PELUK ISLAM SETELAH MIMPI JESUS...



Oleh: Syaikh Muhammad Hassan

Seorang pemuda Amerika, asalnya berkebangsaan Sepanyol, masuk menemui saudara-saudara muslim kita di salah satu masjid New York di kota Brooklyn selepas shalat subuh, kemudian dia berkata kepada mereka, ‘Aku ingin masuk Islam.’
Lalu mereka bertanya, ‘Siapa anda?’

Dia menjawab, ‘Tunjukkanlah saya, janganlah menanyai saya.”

Kemudian dia mandi, dan mengucapkan syahadat, lalu mereka mengajarinya shalat, kemudian dia shalat dengan kekhusyu’an yang tidak lazim.
Seluruh isi masjid pun takjub kepadanya.

Pada hari ketiga, salah satu saudara kita yang telah shalat, menyepi bersamanya, lalu memintanya berbicara seraya berkata kepadanya, ‘Wahai saudaraku, demi Allah, bagaimana kisahmu?’

Dia pun berkata, ‘Demi Allah, sungguh aku telah hidup tumbuh sebagai orang Nasrani, hatiku sungguh tergantung dengan Yesus al-Masih akan tetapi aku melihat kepada kondisi
manusia, kulihat manusia telah berpaling sama sekali dari akhlaq al-Masih.

Maka akupun mencari agama-agama lain, dan membacanya. Lalu Allah melapangkan dadaku kepada Islam. Malam sebelum aku masuk menemui kalian, aku tidur setelah berfikir dalam, dan merenung dalam mencari kebenaran.

Maka datanglah Jesus al-Masih dalam mimpiku, dia mengisyaratkan dengan jari telunjuknya seperti ini, seakan-akan dia mengarahkanku seraya berkata, ‘Jadilah pengikut Muhammad!’

Maka aku pun keluar mencari masjid, kemudian Allah membimbingku kepada masjid ini, lalu aku pun masuk menemui kalian.

Setelah pembicaraan singkat tersebut, muadzin pun adzan untuk shalat Isya’. Pemuda itu pun shalat bersama dengan jama’ah, dan sujud pada rakaat pertama. Lalu imam berdiri setelahnya, akan tetapi saudara kita yang diberkahi itu tidak berdiri, bahkan terus sujud untuk Allah. Maka orang yang disebelahnya menggerakkanya, dan dia pun terjatuh.

Ternyata mereka dapati pemuda tadi telah kembali kepada Allah Ta'ala. Innalillahi wa inna ilai raji’un. Subhanallah…! Ya Allah, tutup usia kami dengan akhir  yang baik, sebagaimana Engkau telah memberikannya kepada hamba-hamba-mu yang shalih. Kumpulkan kami bersama mereka dalam syurga-Mu. Aamiin.

Sumber: Status Majalah Qiblati

BILAKAH NON-MUSLIM DIPERANGI?





Oleh : Dr. Mohd Asri Zainul Abidin

Sekalipun umat Islam di Malaysia telah hidup sekian lama bersama dengan mereka yang non-muslim, namun di sana masih terdapat beberapa persoalan dasar yang tidak jelas dalam pemikiran sesetengah pihak. Ketidakjelasan itu boleh menatijahkan tindakan yang tidak tepat dalam keadaan tertentu. Dalam keadaan biasa, mungkin kesannya kurang kelihatan, tetapi apabila krisis tertentu melanda, kita akan merasai kesan salah tanggapan terhadap Islam dan prinsipnya khusus berkaitan hubungan muslim dengan non-muslim.

Saya ingin menggesakan pelbagai pihak untuk menganjurkan wacana dan dialog tentang hubungan muslim dengan non-muslim di sudut nas-nas Islam yang sebenar. Perbincangan yang bebas dari ketamakan politik dan fanatik perkauman. Ini penting untuk nama baik Islam dan dakwah, serta masa depan negara ini.

Beberapa persoalan tentang prinsip interaksi antara muslim dan non-muslim seperti apakah asas hubungan antara muslim dan non-muslim; perdamaian ataupun permusuhan? Apakah sebabnya jihad dalam Islam difardukan; kerana kekufuran ataupun disebabkan permusuhan yang dilancarkan? Siapakah kafir zimmi dan harbi?, dan lain-lain lagi perlu didalami.

Disebabkan kegagalan memahami asas-asas ini dengan baik, maka sentimen agama yang kadang-kala tidak tepat dimainkan. Apatahlagi ada pihak yang menangguk di air keruh mengambil kesempatan politik pilihanraya.



Kenapa Non-Muslim Diperangi?

Ini satu persoalan yang penting. Jika salah langkah, maka banyak darah yang dihalalkan atas nama Tuhan. Secara umumnya dua punca (‘illah) dibahaskan oleh sarjana ; non-muslim diperangi atas sebab kekufuran ataupun peperangan yang mereka dilancarkan? Jawapan yang berbeza boleh memberikan implikasi yang berbeza terhadap sikap dan tindakan.

Para ulama usul al-Fiqh cuba untuk mencari `Illah (punca hukum) jihad disyariat. Maka para ulama dari mazhab al-Syafi`i dan al-Zahari berpendapat `illahnya ialah kerana kekufuran mereka. Ini bermaksud mereka diperangi kerana mereka kufur dengan Allah. Namun, pendapat ini dianggap lemah dan tidak boleh dipegang secara kefahaman dan praktikalnya. Sehingga Dr Yusuf al-Qaradawi dalam bukunya Fiqh al-Jihad meminta supaya ulama mazhab Syafi’i pada hari ini hendaklah menjelaskan kepada masyarakat awam bahawa pendapat al-Imam al-Syafi’i dalam hal ini adalah lemah dan ditolak. Ini bimbang digunakan oleh pihak tertentu untuk tujuan keganasan.

Senarai golongan non-muslim yang tidak boleh dibunuh semasa peperangan yang disebut dalam nas-nas sahih seperti wanita dan kanak-kanak, ahli ibadah yang sedang beribadah dalam rumah ibadah mereka, pekerja dan petani yang tidak terlibat secara langsung dengan peperangan, para perwakilan diplomatik dan lain-lain menjadi bukti bahawa sekadar kekufuran atau tidak beriman belum melayakkan seseorang itu dibunuh. Islam tetap memelihara nyawa mereka. Jika kekufuran itu punca mereka diperangi, sudah tentu golongan tersebut juga diperangi.

Oleh itu jumhur (majoriti) ulama berpendapat `illah (punca) sebenar non-muslim diperangi bukanlah kerana akidah mereka, tetapi kerana (al-Hirabah) iaitu menzahirkan permusuhan terhadap harta dan nyawa orang muslim disebabkan Islam yang dianuti. Maka, bagi golongan non-muslim yang tidak melancarkan peperangan dan permusuhan mereka terhadap umat Islam, mereka tidak diperangi. Kalaulah kekufuran yang menjadi alasan tentulah sewajar semua non-muslim itu diperangi. Inilah pendapat yang dipegang dalam Islam. Antara dalil-dalil yang dikemukakan oleh majoriti ulama ialah firman Allah dalam Surah al-Baqarah, ayat 190 (maksudnya):


“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai mereka yang melampaui batas”.

Juga firman Allah dalam Surah al-Taubah ayat 13: (maksudnya):


“Mengapa kamu tidak memerangi golongan yang telah mencabuli perjanjian mereka, serta mereka pula telah berazam hendak mengusir Rasulullah, dan mereka jugalah yang mula-mula memerangi kamu? Apakah kamu takutkan kepada mereka padahal hanya Allah yang berhak kamu takuti, sekiranya kamu orang-orang yang beriman”.

Juga ayat 36 daripada Surah al-Taubah:(yang bermaksud):


“Perangi golongan musyrikin itu keseluruhannya seperti mana mereka mereka memerangi kamu keseluruhan”.

Semua ayat-ayat di atas adalah jelas menunjukkan peperangan yang dilancarkan ke atas mereka adalah di atas sikap dan tindakan salah yang dilakukan mereka, bukan kerana kekufuran atau akidah mereka. Ayat-ayat ini menafikan hujah para ulama mazhab al-Syafi`i dan al-Zahiri.

Bersikap Baik

Bahkan dalam Surah al-Mumtahanah ayat 8-9 begitu jelas Allah menyatakan: (maksudnya)


“Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kamu kerana agama (kamu), dan tidak mengeluarkan kamu dari kampung halaman kamu; sesungguhnya Allah mengasihi orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanyalah melarang kamu daripada menjadikan teman rapat orang-orang yang memerangi kamu kerana agama (kamu), dan mengeluarkan kamu dari kampung halaman kamu, serta membantu (orang lain) untuk mengusir kamu. Dan (ingatlah), sesiapa yang menjadikan mereka teman rapat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”.

Al-Imam al-Tabari (meninggal 310H) setelah membentang pendapat-pendapat mengenai ayat di atas, berkata:


“Pendapat yang lebih tepat ialah; ayat ini bermaksud Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan adil kepada sesiapa yang tidak memerangi kamu dari kalangan penganut semua agama. Ini kerana Allah menyebutnya secara umum dengan katanya “orang-orang yang tidak memerangi kamu kerana agama (kamu), dan tidak mengeluarkan kamu dari kampung halaman kamu” merangkumi sesiapa sahaja yang bersifat demikian” (Al-Tabari, Jami’ al-Bayan ‘an Takwil Aiy al-Quran 28/66 Beirut:Dar al-Fikr).

Juga telitilah firman Allah dalam Surah al-Taubah ayat 6-7 (maksudnya):


“Dan jika seseorang dari kalangan musyrikin meminta perlindungan kepadamu, maka berilah perlindungan kepadanya sehingga ia sempat mendengar keterangan-keterangan Allah (tentang hakikat Islam itu), kemudian hantarlah dia ke tempat yang aman. Yang demikian itu (perintah tersebut) ialah kerana mereka itu kaum yang tidak mengetahui (hakikat Islam). Bagaimanakah dapat diakui adanya perjanjian (keamanan) di sisi Allah dan RasulNya bagi orang-orang musyrikin (sedang mereka mencabulinya)? Kecuali orang-orang (musyrikin) yang kamu telah mengikat perjanjian setia dengan mereka dekat Masjid Al-Haraam. Maka selagi mereka berlaku lurus terhadap kamu, hendaklah kamu berlaku lurus pula terhadap mereka; sesungguhnya Allah mengasihi orang-orang yang bertaqwa.”

Pengarang al-Jihad fi al-Islam yang merupakan tokoh Mazhab Syafi’i di Syria iaitu Said Ramadan al-Buti dalam mengulas ayat di atas, berkata:


“Dari dua ayat tersebut, kita dapat fahami dengan jelas ia meyanggahi apa yang difahami oleh ulama mazhab al-Syafi`i dan al-Zahiri. Dari sini kita kemukakan kepada mereka (para ulama tersebut) soalan-soalan yang mereka tidak mungkin dapat menjawabnya, iaitu; Sekiranya `illah (punca hukum) jihad atau peperangan ialah kekufuran, sedangkan perintah Allah agar kita melindungi kaum musyrikin sepanjang tempoh mereka berada di samping kita, dengan harapan mereka mendengar ayat-ayat Allah dan beriman denganNya. Kemudian diperintahkan agar kita menghantarkan mereka ke tempat yang aman sekiranya mereka ingin pergi tanpa beriman… andainya kekufuran adalah sebab yang membawa kepada kita membunuh mereka, apakah mungkin untuk kita membantu mereka dengan perlindungan yang seperti ini, sedangkan mereka itu musyrikin? Sekiranya kekufuran mewajibkan peperangan, apakah mungkin untuk kita berurusan seperti itu dengan golongan Allah perintahkan kita memerangi mereka?. Ternyata sebab (kita dibenarkan berurusan baik dengan mereka) kerana mereka tidak menzahirkan permusuhan dan cenderung kepada perdamaian”.( Sa`id Ramadhan al-Buti, al-Jihad fi al-Islam, m.s. 99, Beirut: Dar al-Fikr)

Dengan ini jelas, jihad berlaku hanya apabila mereka menzahirkan peperangan terhadap umat Islam kerana agama. Jika non-muslim mengkritik atau mencabar muslim melalui saluran undang-undang dalam negara Islam itu sendiri, ataupun membantah salahguna kuasa pihak umat Islam itu tidak dianggap memusuhi umat Islam kerana agama. Bahkan itu hak yang negara Islam berikan kepada mereka.

Siapakah Kafir Harbi?

Isu kafir harbi kadang-kala disebut oleh sesetengah pihak tanpa memahami maksud sebenar istilah berkenaan. Istilah harb merujuk kepada peperangan. Dalam pembahagian silam tentang jenis-jenis negara; disebut Dar al-Islam dan Dar al-Harb. Juga ditambah oleh sebahagian penulis pembahagian ketiga Dar al- ‘Ahd.

Secara ringkasnya, Dar al-Islam mempunyai tiga ciri utama; kekuasaan politik berada di tangan muslimin, zahir padanya hukum dan syiar Islam sekalipun tidak sempurna ataupun sebahagian sahaja dan kaum muslimin aman beramal dengan agama mereka sementara ahl-zimmah aman berdasarkan perjanjian mereka. Manakala negara-negara yang mempunyai perjanjian dengan umat Islam maka mereka adalah Dar al-‘Ahd.

Atas asas ini Dr Yusuf al-Qaradawi menyimpulkan bahawa keseluruhan negara umat Islam yang wujud pada hari ini adalah Dar al-Islam ataupun negara Islam termasuklah Malaysia. Sementara kesemua negara bukan Dar al-Islam yang berada di bawah Bangsa-Bangsa Bersatu adalah Dar al-‘Ahd termasuklah Amerika. Hanya dikategori sebagai Dar al-Harb pada masa ini ialah Negara Zionis Israel disebabkan kerana permusuhan yang zahir dan berterusan dengan umat Islam (Lihat: al-Qaradawi, Fiqh al-Jihad, Cairo: Maktabah Wahbah, ms 888-908)



Setelah memahami hal tersebut, maka dalam istilah awal, warga non-muslim yang hidup dalam masyarakat muslim ataupun bawah Dar al-Islam (negara Islam) dengan mengikat perjanjian kewarganegaraan disebut sebagai ahl-zimmah. Dalam konteks moden setiap yang mendapat kerakyatan dalam Dar al-Islam itu seorang zimmi, bererti yang dipelihara atau dilindungi haknya. Walaupun begitu, istilah ahl-al-zimmah itu boleh elakkan di zaman kini dengan menyebut rakyat atau warga negara non-muslim.

Sementara kafir harbi, berdasar yang dibincang di atas ialah non-muslim yang menolak dan menentang seruan Islam, bersekongkol dengan musuh-musuh Islam, tiada sebarang perjanjian aman dengan Dar al-Islam dan mereka tinggal di negara mereka Dar al-Harb (Lihat: ibid, ms 912).

Maka non-muslim yang mendapat kerakyatan dan dipelihara oleh undang-undang negara muslim, tidak dinamakan dengan kafir harbi. Sehinggalah dia tiada lagi sebarang ikatan perjanjian dengan negara Islam dan tidak dilindungi lagi oleh undang-undang negara Islam. Dengan itu rakyat Malaysia yang bukan muslim tidak boleh dikatagorikan kafir harbi yang boleh diperangi dan halal darahnya ditumpahkan selagi mereka mempunyai ikatan hubungan dengan negara!

Tuesday, February 12, 2013

KEROSAKAN AQIDAH: FENOMENA DAN PENGUBATANNYA (Bhg 3)




Oleh: Ikhwanul Wa'ie

Itu adalah penjelasan yang berkaitan dengan esensi keimanan. Adapun tentang bagaimana munculnya kelemahan iman pada seseorang, maka hal itu disebabkan oleh perbuatan maksiat. Imam Syafi’iy menggambarkan fenomena tersebut di dalam sya’irnya:

"Iman kami bertambah dengan ketaatan,

Dan berkurang kerana ketergelinciran. "

Banyak sekali dalil-dalil yang menyebutkan bahwa iman akan melemah dan berkurang kerana perbuatan dosa. Dan seseorang yang banyak melakukan maksiat akan menyebabkan hatinya tertutup, telinganya tuli dan matanya buta terhadap kebenaran. Hal ini bererti bahwa jika seorang muslim berbuat sesuai dengan hukum syara’, maka dia telah menghadirkan ‘idrâk shillah billâh’. Saat itu imannya hadir, sedangkan jika dia berniat melakukan maksiat, kemudian terjerumus dalam perbuatannya, maka dia telah menjauhkan dari benaknya ‘idrâk shillah billâh’. Ertinya, dia menjauhkan dirinya dari fikiran tentang azab yang menjadi akibat  perbuatannya.

Maka dari dirinya hilang pemikiran-pemikiran tentang keimanan di dalam batinnya, dan semakin menjauh jika terus melakukan maksiat, atau sebaliknya (jika menyingkir dari tindakan maksiat) semakin bertawakal dan sangat optimis dengan rahmat Allah, atau justru putus asa (kerana perbuatannya).


Banyak sekali dalil-dalil yang menyebutkan bahwa iman semakin bertambah dengan ketaatan dan usaha yang keras agar selalu berbuat taat, serta dengan bersikap sabar dalam ketaatan

Firman Allah Swt:


"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami." (QS. al-Ankabut [29]: 69)

Firman Allah Swt:

"Dan orang-orang yang mendapat petunjuk Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan kepada mereka (balasan) ketakwaannya." (QS. Muhammad [47]: 17)

Dan masih banyak nash-nash lainnya yang menyebutkan bahwa seorang hamba yang menjalankan perbuatannya sesuai dengan hukum syara’ dan dia menghadirkan idrâk shillah billâh serta pemikiran tentang pahala dan dosa, juga menghadirkan makna-makna keimanan yang sentiasa hadir dalam benaknya, maka hal itu akan semakin menambah keimanannya dan semakin kuat pembenarannya terhadapnya, semakin bertambah kecintaannya pada ketaatan, demikianlah seterusnya, sampai seorang mukmin itu mencapai derajat seolah-olah dia ‘melihat’ syurga di samping kanannya dan neraka di samping kirinya, dan shirâthal mustaqîm dihadapannya, menyasikan penghuni surga tengah memakai gelang-gelang mereka, dan melihat penghuni neraka sedang merintih-rintih. Hal itu diriwayatkan dari salah seorang sahabat tatkala Rasulullah saw bersabda kepadanya:

"Engkau telah mengetahui, maka konsistenlah."

Dalam pembicaraan kita tentang persepsi kuat lemahnya iman, harus dibedakan dengaan persepsi tentang ladzdzâtul îmân (kelazatan iman) atau apa yang dapat diungkapkan dengan ladzdzâtur rûhiyyah (kelazatan ruhiyah), yakni lazatnya idrâk shillah billâh, serta lazatnya makna-makna keimanan. Iman itu apabila telah hadir dalam benak seseorang ketika dia sedang melaksanakan suatu perbuatan, maka terkadang iman itu disertai kelazatan yang tumbuh dari pemuasan gharizah tadayyun atau dari pemenuhan perasaan manusia yang fithri yang memiliki kelemahan, kekurangan dan perasaan membutuhkan kepada Pencipta yang Maha Mengatur.

Wajar saja tatkala makna-makna keimanan itu hadir dalam benak dan ketika menjalankan amal perbuatan yang disertai dengan ruhiyah akan menghasilkan suatu kesenangan. Ini disebabkan oleh kedekatan pada Pencipta yang Maha Mengatur. Meskipun demikian hal ini tidak selalu terjadi. Ertinya, terkadang iman seseorang bertambah dengan menjalankan ketaatan dan menghadirkan makna-makna keimanan, akan tetapi kerana disebabkan pengaruh-pengaruh lainnya -baik psikologis atau pengaruh lingkungan- maka kesenangan itu tidak hadir meskipun imannya tetap kuat dengan komitmennya yang tegas untuk selalu menjalankan ketaatan dan untuk meninggalkan perbuatan maksiat.

Hilangnya kesenangan ruhiyah yang bersifat pemuasan gharizah ini dapat terjadi seperti halnya terkontaminasinya setiap kesenangan ghariziyyah lainnya oleh faktor-faktor psikologis dan situasi lingkungan. Seorang muslim yang peka perasaannya akan terpengaruh kesenangannya hidupnya dan nafsu makannya ketika mendengar berita-berita buruk mengenai kondisi kaum Muslim.

Demikian juga, seorang pendakwah kadang-kadang terpengaruh apabila manusia mendustakan dan merendahkannya, sehingga hal itu membuatnya sedih dan dadanya terasa sempit. Fenomena semacam itu akan mempengaruhinya dalam menikmati banyak kesenangan, diantaranya kesenangan ruhiyah. Rasulullah saw pernah merasakan kepedihan kerana penolakan manusia terhadap beliau, dan Allah Swt telah mengungkapkan kesedihan itu dalam firman-Nya:

Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu kerana bersedih hati sesudah mereka berpaling. (QS. al-Kahfi [18]: 6)

Maksud ayat tersebut adalah, engkau telah membunuh jiwamu dengan kesedihan yang amat sangat. Tatkala waktu shalat tiba Rasulullah saw sangat mengharapkan dan merindukan kesenangan ruhiyah, dan kelazatan berada dekat dengan Allah (hal itu merupakan kesenangan yang mubah), dan beliau bersabda:

"Kita beristirahat dengannya (shalat) wahai Bilal. "

Kemudian beliau berdo’a:

Ya Allah, jadikanlah al-Qur’an yang agung sebagai penghias hati-hati kami dan pengubat dada-dada kami, serta menjadi penghilang kesedihan dan kegundahan kami.

Para sahabat radhiyallâhu ‘anhum merasa gembira dengan hadirnya kelazatan dan hadirnya idrâk shillah billâh ketika mereka sedang menggali parit (dalam perang Khandaq), dan mereka bersenandung:

Kami adalah orang-orang yang telah membai’at Muhammad,

Untuk berjihad terus selamanya.

Maka Rasulullah saw menjawab senandung mereka:

Tidak ada kehidupan kecuali kehidupan akhirat,

Dan kasihanilah ya Allah (orang-orang) Anshar dan Muhajirah.

Kekuatan iman seperti yang dijelaskan oleh berbagai nash yang muncul dengan mengerjakan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan terkadang tidak disertai kelazatan ruhiyah kerana adanya faktor kesedihan dan kontaminer lainnya. Namun, bagi para penyebar  dakwah tidak pada tempatnya untuk meragukan keimanan yang dimilikinya apabila kelazatan itu tidak hadir dalam diri mereka. Situasi lingkungan serta faktor-faktor pengganggu lainnya, berupa berbagai problem hidup di dalam masyarakat kapitalis, hegemoni musuh-musuh Islam yang kafir serta dominasi mereka atas kaum Muslim, semua itu dapat memperkeruh kelazatan iman yang terkuat sekalipun.

Meskipun demikian hal itu tidak dapat dianggap sebagai bukti lemahnya keimanan seorang muslim, asalkan dia tetap konsisten dengan batas-batas (hukum) Allah, menjalankan apa yang diperintahkan-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Kadang-kadang Allah menguji seorang muslim dengan rasa sedih dan rasa takut, dengan kekurangan harta dan buah-buahan. Terkadang Allah mengujinya dengan kekurangan dalam kelazatan imaniyah agar dia tetap melaksanakan setiap hukum-hukum meskipun merasa berat.

Jika dia mampu bersabar dengan semua itu maka Allah akan menambahkan pahalanya, dan akan ditambahkan pada pahala taat itu pahala bersabar untuk mengerjakan ketaatan. Insya Allah, Allah akan melipatgandakan pahalanya sehingga seakan-akan pahalanya lebih besar daripada orang yang beribadah dengan tanpa adanya kesulitan dalam pelaksanaannya.

Sebaliknya, kelazatan boleh  saja hadir dalam kondisi lemahnya iman, atau bahkan dalam kekufuran dan syirik, kerana kelazatan ruhiyah adalah kelazatan yang diperoleh dari pemuasan gharîzah yang boleh  terjadi pada setiap orang yang beriman kepada sesuatu yang ghaib, dan terjadi setiap kali seseorang mendekatkan dirinya kepada yang ghaib itu atau dengan mendapati pengaruh kedekatannya pada yang ghaib.

Jadi, baik seseorang itu mukmin, kafir, fasik, imannya lemah atau pun kuat, masing-masing dari mereka terkadang merasakan kelazatan atau kesenangan ruhiyah. Dengan demikian kita tidak perlu merasa hairan jika menyaksikan para sufi ekstrem dan kalangan Qubiriyyin, bahkan yang kafir dari mereka, juga kita tidak merasa hairan dengan fenomena yang diperlihatkan oleh para penganut Tao, Budha atau apa pun yang dipertontonkan oleh para penyembah salib dan berhala maupun selain mereka dari berbagai bentuk perasaan, emosi dan kondisi trance. Semua itu tiada lain adalah hawa nafsu atau pemenuhan gharîzah yang tidak sesuai dengan hukum-hukum Islam.

Di antara kaum Muslim sekarang ini, termasuk dalam kriteria lemahnya iman yang disebabkan sebagai akibat kemaksiatan yang terus menerus, adalah diperolehnya kelazatan ketika mereka berada di dalam masjid, pada saat mereka melakukan amal ibadah, ketika membaca al-Qur’an, dan lain-lain. Fenomena seperti itu dapat disaksikan sekarang ini di Masjidil Haram, pada waktu ibadah haji dan umrah, juga pada bulan Ramadhan, dimana mereka tenggelam dalam kesenangan ruhiyah meskipun sebagian dari mereka tatkala berkubang dalam kesenangan itu telah meninggalkan kewajiban-kewajiban lainnya, seperti silaturahim atau zakat, bahkan melakukan kemaksiatan yang lebih besar seperti melakukan transaksi dengan riba atau memakan harta yang haram.

Maksud dari kajian ini adalah agar ketika mengungkapkan fenomena yang ada menyangkut kerosakan akidah kaum Muslim, harus dibedakan antara pengertian iman dan pengertian lemah dan kuatnya iman, demikian pula dengan pengertian lazatnya iman dan manisnya iman. (bersambung)


sumber: suaraIslamonline

Saturday, February 9, 2013

DIDIKAN ANAK-ANAK MENURUT ISLAM





Sebagai agama
yang sempurna , Islam ada mengajarkan kepada umatnya kaedah mendidik anak supaya ia hidup tumbuh subur secara sempurna, dan moga2 akan membawa kebaikan kepada dirinya dan kepada orang lain. Segera lah anda perhatikan supaya:


1) Jangan pukul anak dari lutut keatas

2) Jangan gunakan tangan/anggota tubuh kita utk memukul anak dengan tangan dan jangan sesekali menampar
  anak dengan  tangan kita. Nanti anak jadi bertambah degil dan nakal dan tak boleh control

3) Rotan/pukul anak di telapak kakinya . Secara saintifiknya ada kaitan dengan refleksologi dan merangsang ke bahagian otak

...Sabda Rasulullah s.a.w.

“Berguraulah dengan anak kamu kala usianya satu hingga tujuh tahun. Berseronok dengan mereka, bergurau hingga naik atas belakang pun tak apa. Jika suka geletek, kejar atau usik anak asalkan hubungan rapat. Lepas tujuh hingga 14 tahun kita didik dan ajar, kalau salah pukullah dia (sebagai pengajaran)”

4) Mulakanlah hidup anak anda dengan nama panggilan yang baik. Nama panggilan yang kurang baik akan menyebabkan anak anda malu dan merasa rendah diri. (Dalam Islam sendiri nama panggilan yang baik adalah digalakkan).

5) Berikan anak anda pelukan setiap hari (Kajian menunjukkan anak yang dipeluk setiap hari akan mempunyai kekuatan IQ yg lebih kuat daripada anak yang jarang dipeluk)

6) Pandanglah anak anda dengan pandangan kasih sayang (Pandangan ini akan membuatkan anak anda lebih yakin diri apabila berhadapan dengan persekitaran)



7) Berikan peneguhan setiap kali anak anda berbuat kebaikan (Berilah pujian, pelukan, ciuman, hadiah ataupun sekurang-kurangnya senyuman untuk setiap kebaikan yang dilakukannya).

8) Janganlah mengharapkan anak anda yang belum matang itu melakukan sesuatu perbuatan baik secara berterusan, mereka hanya kanak-kanak yang sedang berkembang. Perkembangan mereka buatkan mereka ingin mengalami setiap perkara termasuklah berbuat silap.

9) Apabila anda berhadapan dengan masalah kerja dan keluarga,pilihlah keluarga (Seorang penulis menyatakan anak-anak terus membesar. Masa itu terus berlalu dan tak akan kembali).

10) Di dalam membesarkan dan mendidik anak-anak, janganlah tuan/puan mengeluh. Keluhan akan membuatkan anak-anak merasakan diri mereka beban.

11) Dengarlah cerita anak anda, cerita itu tak akan dapat anda dengari lagi pada masa akan datang. Tunggu giliran anda untuk bercakap (Ini akan mengajar anak anda tentang giliran untuk bercakap)

12) Tenangkan anak anda setiap kali mereka memerlukannya.

13) Tunjukkan kepada anak anda bagaimana cara untuk menenangkan diri. Mereka akan menirunya.

14) Buatkan sedikit persediaan untuk anak-anak menyambut harijadinya. Sediakanlah hadiah harijadi yang unik walaupun harganya murah. Keunikan akan membuatkan anak anda belajar menghargai. (Anak2 yg dtg daripada persekitaran yang menghargai akan belajar menghargai orang lain).

15) Kemungkinan anak kita menerima pengajaran bukan pada kali pertama belajar. Mereka mungkin memerlukan kita mengajar mereka lebih daripada sekali.

16) Luangkanlah masa bersama anak anda diluar rumah, peganglah tangan anak-anak apabila anda berjalan dengan mereka. Mereka tentu akan merasa kepentingan kehadiran mereka dalam kehidupan anda suami isteri.

17) Dengarlah mimpi ngeri anak-anak anda. Mimpi ngeri mereka adalah begitu real dalam dunia mereka.

18) Hargailah permainan kesayangan anak anda. Mereka juga dalam masa yang sama akan menghargai barang-barang kesayangan anda. Elakkan daripada membuang barang kesayangan mereka walaupun sudah rosak. Mintalah kebenaran mereka sebelum berbuat demikian.

19) Janganlah membiarkan anak-anak anda tidur tanpa ciuman selamat malam,

20) Terimalah yang kadangkala anda bukanlah ibubapa yang sempurna. Ini akan mengurangkan stress menjadi ibu bapa.

21) Jangan selalu membawa bebanan kerja pejabat ke rumah. Anak-anak akan belajar bahawa kerja pejabat selalunya lebih penting daripada keluarga.

22) Anak menangis untuk melegakan keresahan mereka tetapi kadangkala cuma untuk sound effect sahaja. Bagaimanapun dengarilah mereka, dua puluh tahun dari sekarang anda pula yang akan menangis apabila rumah mula terasa sunyi. Anak-anak anda mula sibuk mendengar tangisan anak mereka sendiri.

“Anak- Anak ibarat kain putih. Ibu bapa lah yang mencorakkannya menjadi yahudi, nasrani atau majusi”

23) Jika anda belum memulakan salah satu atau semua perkara di atas, mulakanlah hari ini juga. Waktu anak-anak akan terus berlalu meninggalkan kita....ibu-bapanya.
Dipersilakan SHARE ♥

Via: I Am A Muslim (silakan Like)

Thursday, February 7, 2013

TIPS MEMILIH PEMIMPIN....

   Pilihanraya semakin dekat. Demokrasi yang ada sekarang bukanlah 100% tepat menurut Islam. Namun bak kata Dr. Yusof Qaradawi, kita mahu melihat apakah yang ada dalam demokrasi ini. Adakah apa2 yang boleh kita pakai bagi tujuan meninggikan Islam, jua tidak terus meninggalkannya kerana mungkin orang lain akan menggunakan demokrasi untuk memudaratkan Islam.

        Oleh itu kita sebagai orang awam, kita  memerlukan panduan atau tips bagi tujuan memilih pemimpin kita sendiri. Haruslah ada panduan yang berdasarkan nas2 al Quran dan Sunnah jua ijtihad.

       Di bawah saya bawakan tips dari Dr, Mohd. Asri Zainul Abidin:






Intipati penjelasan Dr Mohd Asri Zainul Abidin dalam klip video di atas ialah:


1) Imam Bukhari menyebut kata-kata Umar al-Khattab,  "Hendaklah kamu faqih mempelajari agama, memahami hukum hakam, mempelajari ilmu sebelum kamu dilantik menjadi pemerintah.”

2)  Orang jahil tidak boleh menjadi pemerintah atau pemimpin.
Sebagai umat Islam, kita hendaklah bijak memilih pemimpin.

3)  Barang siapa yang selalu menghadirkan diri dalam pengajian di masjid dan mendengar pengajian yang benar serta mendekatkan diri kepada Allah , maka dia layak untuk kita pilih sebagai pemimpin. Ini kerana dia telah menjadikan dirinya sebagai seorang yang memahami agama.

4)  Seseorang pemimpin mestilah memahami agama, memahami syariat Allah dan mesti memahami hukum hakam syarak dan tidak sesekali terlibat menghancurkan majlis agama.

5)  Orang yang layak dipilih sebagai pemimpin tidak semestinya seorang ulama, atau ada PhD (dalam bidang agama) atau berkelulusan agama, tapi yang penting, dia mestilah faham agama dan zahir pada dirinya ciri-ciri kesolehahan. Penampilan dirinya pula membuktikan dirinya sebagai orang-orang yang tunduk dan rukuk kepada Allah.

6)  Begitu juga dengan pakaiannya, pakaian anak dan isterinya hendaklah menunjukkan dia faham hukum hakam agama.
Umat Islam perlu menggunakan akal dan iman dalam menentukan kepimpinan.


Berpaksikan akal waras dan wajar yang dipandu oleh ilmu dan iman, umat islam mestilah berhati-hati dalam membuat pengundian. Jadilah pengundi yang bijak. Pelbagaikan bahan bacaan dan lihatlah sumber yang pelbagai untuk memperluaskan horizon pemikiran, dan seterusnya membolehkan kita ‘berijtihad’ untuk memilih pemimpin.

Monday, February 4, 2013

Bassad Assad – Mengakui Tuhan untuk Syria




Dia telah menyebabkan 6,400 wanita Sunni dirogol semasa dalam kem pertahanan.

Dia juga mewujudkan undang-undang baru untuk membenarkan askar-askarnya mendera secara seksual terhadap tahanan wanita supaya ahli keluarga mereka yang menjadi para Mujahideen menyerahkan diri mereka untuk dibunuh.

Undang-undang ini telah menyebabkan wanita Sunni dirogol dan mengandung anak Syiah. Selain itu, Bassad telah memberi imuniti kepada askar2 nya untuk membunuh sesiapa saja. Tiada siapa yang dapat mendakwa mereka di mahkamah kerana merogol wanita Sunni.

Dalam link Al- Jazeerah, dua wanita Sunni telah berkongsi kisah duka mereka semasa didalam tahanan Syiah, di mana mereka dirogol dan diseksa. Seksaan yang dilakukan Syiah sama seperti yang pernah dilakukan pada zaman pertengahan dulu. Kedua-dua wanita ini berjaya diselamatkan oleh FSA Mujahideen akhirnya.
Syiah berlaku kejam kepada kanak2 juga, di mana seorang bayi perempuan berusia 4 bulan dari Homs diseksa sehingga mati di depan bapanya sendiri, untuk memaksanya memberi tahu kem lokasi FSA Mujahideen. Dengan kejamnya mayat bayi malang itu dibungkus dalam beg plastik dan dihantar ke alamat ibunya

Kisah lain, sepasang suami isteri yang baru berkahwin dipenjarakan dan isteri itu dirogol di depan suaminya sendiri hanya untuk keseronokan dan memastikan isteri malang itu mengandungkan anak Syiah.

Setakat ini, 17 wanita Sunni membunuh diri kerana positif mengandung anak Syiah manakala yang lain dibunuh ahli keluarga sendiri dan ada ayah dan suami membunuh diri juga untuk  menjaga maruah. Mereka (Sunni) enggan melahirkan anak Syiah.

PALING TAK BOLEH DITERIMA ADALAH:

Duta Syria di Malaysia masih tidak dihalau keluar dari Malaysia.!! Tiada tindakan tegas dari kerajaan kita seperti tiada apa2 yang berlaku di Syria. Sampai bilakah kerajaan kita mahu terus senyap dan mementingkan diri sendiri?? Sesuatu perlu dilakukan segera sebelum terlambat.!! Apakah yang kita ingin jawab di depan Allah kelak jika ditanya, Apakah yang kita telah lakukan untuk menyelamatkan agama Allah?? Saudara seagama kita??

Sama2 kita renungkan. Semoga Allah menyelamatkan wanita2 Sunni kita disana. Amin.

Kerosakan Akidah; Fenomena dan Pengubatannya (Bahagian 2)



Oleh: Ikhwanul Wa'ie



Pertama: Kelemahan Iman

Yang dimaksud dengan kelemahan iman adalah tidak adanya gambaran tentang akhirat dan hal-hal ghaib pada diri kaum Muslim yang dapat mempengaruhi perasaan dan tingkah laku mereka. Banyak sekali nash-nash yang menunjukkan bahwa keimanan boleh bertambah, boleh berkurang dan melemah.

Allah Swt berfirman:

Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mu'min supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). (QS. al-Fath [48]: 4)

(Iaitu) orang-orang (yang menta`ati Allah dan Rasul), yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: ‘Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, kerana itu takutlah kepada mereka’, maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: ‘Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung’. (QS. Ali Imran [3]:173)

Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: ‘Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini? Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, sedang mereka merasa gembira. (QS. at-Taubah [9]: 124)

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (kerananya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (QS. al-Anfal [8]: 2)

Rasulullah saw bersabda:

'Andai ditimbang imannya Abu Bakar dan iman umat ini maka iman Abu Bakar lebih berat. '

Lemahnya iman seseorang meskipun amat parah tidak akan mengeluarkannya dari agama Islam dan tidak dianggap sebagai kekufuran, asalkan tidak disertakan  dengan pengingkaran kepada perkara yang qath’i yang ma’lûmun min ad-dîn bi adh-dharûrah.

Iman dan i’tiqâd memiliki erti yang sama, yaitu tashdîq al-jâzim al muthâbaq li al-wâqi’ ‘an dalîlin (pembenaran yang pasti dan sesuai dengan realiti serta ada dalil atasnya). Jadi, tashdîq (pembenaran) itu kadang-kadang tidak jazm (pasti). Dengan kata lain tidak mencapai derajat yakin, contohnya adalah berita-berita yang sampai kepada kita dari seseorang yang bersifat adil, maka kita akan membenarkan berita yang dibawanya akan tetapi kita tidak menempatkan orang tadi dalam membenarkan berita yang dibawanya sampai darjat jazm (pasti). Meskipun kita membenarkan berita darinya akan tetapi masih ada kemungkinan dusta, keliru atau lalai (meskipun amat sedikit peluangnya), sehingga tidak menghasilkan jazm (kepastian). Apabila tercapai jazm maka akan tercapai iman. Sebaliknya, apabila jazm tidak tercapai maka hal itu hanya tashdîq (pembenaran) biasa.

Iman secara etimologi merupakan bentuk dari kata âmana. Di dalam kamus Lisanul Arab dikatakan, âmana yang berarti watsaqa wa ithma’annâ. Apabila dikatakan mautsûqun bihi berarti ma’mûn (aman). Jika dikatakan: âmana bi asy-syai (iman dengan sesuatu) berarti shaddaqahu wa âmina kadzibu man akhbarahu (membenarkan dan aman dari dusta atas orang yang mengkhabarkannya).

Ada beberapa aliran yang mendefinisikan iman. Kalangan Khawarij berpendapat: al-îmânu huwa ath-thâ’atu (iman adalah ketaatan). Berdasarkan definisi ini mereka mengatakan bahwa pelaku maksiat sebagai kafir, sebagaimana mereka mengkafirkan Ali, Utsman dan pihak-pihak yang menerima tahkim pada peperangan Shiffin. Adapun al-Karamiyyah mengatakan bahwa: al-îmanu iqrârun bi al-lisân (iman adalah pengakuan secara lisan). Dari sini mereka beranggapan bahwa seseorang yang menyembunyikan kekafiran tetapi secara dzahir menampakkan keimanan adalah tetap mukmin (yang sebenarnya), meskipun dia kekal di neraka. Dan orang yang menyembunyikan keimanannya bukanlah seorang mukmin, akan tetapi dia kekal di surga.

Aliran Murji’ah berpendapat bahwa: al-îmânu tashdîqun wa ma’rifatun, ‘ammâ al-‘amal falâ atsara lahu muthlaqan (iman adalah pembenaran dan pengetahuan, adapun perbuatan maka tidak ada pengaruhnya sama sekali terhadap iman). Mereka berpendapat bahwa lâ tadhurru ma’al îmân ma’shiyatun kama lâ tanfa’u ma’al kufri thâ’atun (suatu kemaksiatan tidak akan merusak iman sebagaimana keta’atan tidak berguna sedikitpun bagi kekafiran). Sebahagian di antara mereka amat ekstrem dengan mengatakan bahwa iman adalah pembenaran dengan hati, meskipun menyatakan kekufuran dengan lisannya dan menyembah berhala.

Sementara Ahlul Hadits (yakni sebagian ahli sunnah wal jama’ah) mengatakan bahwa: al-îmânu ma’rifatun bil jinan wa iqrârun bil lisân wa ‘amalun bil arkân (iman itu adalah pembenaran dengan hati, pernyataan dengan lisan serta melaksanakan dengan perbuatan).

Kalangan al-‘Asy’ariyah dan Ahli Sunnah lainnya berpendapat bahwa: al-îmânu tashdîqun wa ammâ al-‘amal fahuwa min kamâlil îmân wa âtsarihi (iman adalah pembenaran, adapun amal perbuatan merupakan penyempurna iman dan pengaruhnya).

Masuknya (iqrârun bil lisân wal ‘amal bil jawârih, yakni pembenaran dengan lisan dan pelaksanaan dengan perbuatan) dalam definisi iman atau tidak, merupakan masalah yang harus ditinjau kembali kerana akan mengakibatkan hilangnya sifat iman pada orang yang tidak melaksanakan konsekuensi dari keimanan, yang mungkin terjadi pada sebagian aliran yang ada dewasa ini. Bahkan mungkin saja akan berakibat adanya takfir (mengkafirkan) sebagian besar kaum Muslim, kerana mereka meninggalkan konsekuensi-konsekunsi keimanan, sehingga pandangan terhadap kerosakan akidah pada kaum Muslim pun berbeda-beda.

Disyaratkannya iqrâr dan ‘amal dalam definisi iman yang merupakan aliran Ahli Hadits telah dikritik oleh banyak ulama akidah dan para fuqaha, seperti al-Juwaini, Imam al-Haramain, al-Baqillani dan lain-lain. Yang dikritik mereka adalah bahwa pada dasarnya harus digunakan definisi lughawî (secara bahasa) bagi iman selama tidak terdapat nash-nash syara’. Namun jika terdapat makna syar’iy-nya maka definisi lughawi tidak boleh  digunakan.

Adapun nash-nash syara yang menunjukkan bahwa pembenaran dengan lisan atau perbuatan termasuk dalam definisi iman, maka nash-nash tersebut tidak dapat berfungsi sebagai qarâin (indikasi-indikasi) yang dapat mengalihkan makna lughawi kepada makna syar’iy, kerana terdapat nash-nash dan dalil-dalil lain yang menunjukkan bahwa iman adalah tashdîq al-qalbi (jazm) saja. Seandainya Syâri’ telah menetapkan definisi syar’iy atas iman, maka pasti terdapat nash-nash syara’ yang menunjukkan hal itu, sebagaimana halnya definisi tentang shalat.

Dalil-dalil dan qarînah-qarînah yang menyebutkan bahwa iman hanya terbatas pada tashdîq saja banyak sekali, diantaranya adalah firman Allah Swt:

'Dan kamu sekali-kali tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami adalah orang-orang yang benar' (QS. Yusuf [12]: 17)

Dalil lain adalah Ijma’, yakni bahwa iman tetap ada pada orang yang melakukan maksiat. Juga nash yang menunjukkan bahwa syara’ memerintahkan untuk beramal setelah penetapan iman, seperti firman Allah Swt:

'Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.' (QS. al-Baqarah [2]: 183)

Syara’ juga membedakan antara iman dan amal ketika memisahkan keduanya dengan wawu ‘athaf, seperti dalam firman Allah Swt:

‘Athaf digunakan untuk membedakan. Dalil lainnya adalah bahwa hukum-hukum syara’ yang hanya ditujukan kepada orang-orang yang beriman, juga ditujukan kepada orang-orang yang fasik, seperti juga ditujukan kepada orang-orang yang bertakwa. Ini berarti bahwa orang yang fasik dimasukkan dalam kriteria orang-orang yang beriman, dan jika dia mati maka dikuburkan di pemakaman kaum Muslim; dia dishalatkan, warisannya dibagi-bagikan dan lain-lain.

Selain itu, nash-nash berbagai hadits yang memasukkan iqrâr atau amal dalam definisi iman merupakan nash-nash tasyri’iyyah (yang mengandung hukum-hukum) bukan nash-nash ta’rifiyyah (untuk definisi saja). Nash-nash tersebut antara lain:

'Orang yang beriman itu adalah orang yang manusia merasa aman terhadapnya.'

Muslim itu adalah orang yang tidak menyakiti muslim (lainnya) dengan lisan dan tangannya.

Orang yang muflis (bankrap) di kalangan umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat nanti dan dia telah mencaci orang ini….

Nash-nash tersebut dan yang semisalnya tidak dimaksudkan untuk mendefinisikan sesuatu tetapi lebih ditujukan untuk memberikan petunjuk dan ajakan untuk mengerjakan suatu perbuatan tertentu. Oleh kerana itu makna yang ada di dalam nash-nash tadi ditujukan kepada kesempurnaan iman atau hasil-hasilnya, bukan dititik beratkan pada adanya iman. Orang-orang Arab di dalam asâlib (gaya-gaya bahasa) yang mereka gunakan terkadang menamakan sesuatu dengan sesuatu yang merupakan hasil (akibat) dari suatu perkara, atau menamakan sesuatu dengan sebab terjadinya suatu perkara. Adapun hadits:

'Iman adalah membenarkan dengan hati, mengucapkannya dengan lisan serta melaksanakan dengan amal perbuatan. '

Tidak mencapai derajat hadits marfu’. Itu merupakan atsar sebagaimana telah disebutkan oleh al-Baqillaani.

Demikian juga nash-nash yang menyatakan bahwa iman telah hilang dari orang yang mengerjakan perbuatan tertentu, atau mensifatinya dengan kekufuran, atau menyebutkannya sebagai jahiliyah, seperti hadits: Tidaklah akan berzina seorang pezina ketika ia berzina sedangkan dia beriman.

Demi Allah, tidak beriman…orang yang tidur dalam keadaan kenyang sementara tetangganya kelaparan.

Barangsiapa yang tidak memotong kumisnya maka dia tidak termasuk golongan kami.

Barangsiapa yang mati dan dibahu nya tidak ada bai’at maka sungguh dia telah mati jahiliyah.

Jika merujuk kepada nash-nash sebelumnya yang membedakan antara tashdîq dan amal serta berdasarkan pada definisi secara bahasa –yang sebenarnya- maka makna nash-nash ini harus dipalingkan. Disamping itu nash-nash tersebut tidak ditujukan untuk mendefinisikan esensi seorang mukmin dan esensi iman. Nash-nash ini hanya menafikan kesempurnaan iman (kamâl al-imân) dan kebenarannya, bukan menafikan eksistensinya. Ertinya, nash-nash ini hanya berupa indikasi-indikasi (qarâ’in) kearah keharaman, dan jika perbuatan itu dilakukan berakibat mendapatkan siksa.

Dengan demikian
maka kelemahan iman dan tidak tampaknya pengaruh iman tersebut di dalam tingkah laku, tidak akan mengeluarkan seseorang dari agama Islam, kecuali jika bercampur dengan pengingkaran kepada hal-hal yang ma’lûmun min ad-dîn bi adh-dharûrah.

Begitu juga lemahnya iman tidak mempengaruhi pada tashdîq al-jâzim (pembenaran yang pasti) sehingga menjadikannya ghaira jâzim (pembenaran yang tidak pasti). Sebab, hakekat perkara yang qath’i akan tetap qath’i, baik sudah tertanam di dalam benak dan mempengaruhi tingkah laku atau pun belum hadir di dalam benak ketika melaksanakan amal perbuatan. Dalam dua kondisi tersebut tetap saja merupakan hakekat yang qath’i dan jâzim.

Berdasarkan hal ini tingkatan paling rendah dari lemahnya iman tetap saja dianggap iman, dan dianggap pembenaran yang pasti. Meskipun demikian pembenaran yang pasti saja tidak cukup untuk memperoleh ridha Allah, tetapi juga harus menta’ati-Nya serta kekal  melaksanakan segala perintah-Nya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya.
(bersambung)


sumber: suaraIslamonline

Sunday, February 3, 2013

Kerosakan Akidah; Fenomena dan Pengubatannya (Bahagian 1)



Oleh: Ikhwanul Wa’ie

Tidak diragukan lagi bahwa umat Islam saat ini hidup dimasa yang paling hitam, mengalami kelemahan dan perpecahan yang tidak ada tolok bandingnya sepanjang sejarah hidupnya. Umat-umat lain memperebutkan kaum Muslim seperti mereka memperebutkan makanan yang tersaji di meja makan. Musuh-musuh Islam telah mendominasi kaum Muslim; memaksakan kehendak dan keinginannya; mereka menggiringnya bagai menggiring binatang ternak menuju kehancurannya, sementara umat bersikap pasrah dan tidak berdaya.

Pada akhirnya
, umat merubah identiti Rabbaninya; menghapuskan keperibadian Islamnya; dan menyusupkan secara perlahan-lahan pemikiran Barat penjajah, sistem peraturan dan gaya hidupnya. Hasilnya lahirlah  generasi muda yang tidak mengenal Islam atau tidak lain hanya sekadar nama, tidak mengetahui al-Qur’an kecuali tulisannya, tidak diketahui dari agamanya kecuali hanya sebagian perkara ibadah, ritual dan akhlak.

Generasi
yang amat awam terhadap peraturan-peraturan Islam dalam masalah mu’amalah maupun interaksi-interaksi antara manusia. Dengan sendirinya generasi muda ini akan bertahkim -baik secara suka rela maupun terpaksa- kepada sistem peraturan Barat yang kafir, berpikir seperti halnya Barat berpikir, berorientasi seperti orientasi mereka, bahkan berguru di bawah telapak kaki Barat untuk memperoleh pemikiran dan ilmu yang akan menjadi pedoman hidupnya, dan yang akan menduduki posisi sebagai penguasa, yang berhak mengeluarkan perintah dan larangan.

Sungguh
menghairankan kondisi kaum Muslim seperti itu. Padahal umat ini -tidak seperti umat-umat lain- memiliki masa lalu yang gemilang dan sejarah yang agung; sejarah yang penuh dengan kepahlawanan dan kemenangan; sejarah yang menggambarkan kepemimpinan dunia seluruhnya. Umat Islam pada waktu itu merupakan zahratu ad-dunyâ (pusat peradaban dunia) selama berabad-abad; sejarah yang memberikan kepada umat ini pelajaran hidup yang amat berharga kerana telah mengalami pasang surut, kemajuan, kemunduran, dinamika dan kevakuman, kuat dan lemah.

Berbagai kondisi
pernah dirasakannya, keadaan yang bermacam-macam bukanlah sesuatu yang baru baginya, sehingga berdiri menyongsong seluruh problematika dengan penuh ketenangan, tidak bingung atau pun gugup. Ketegaran sikap itu dapat  dilakukan oleh umat kecuali untuk satu keadaan saja, iaitu tatkala runtuhnya negara Khilafah Islam, dan lenyaplah eksistensinya dari muka bumi. Keadaan seperti itu belum pernah dialaminya sepanjang usianya, sejak Rasul pilihan, Muhammad saw, mendirikan Daulah Islamiyah di Madinah hingga period dimana Barat imperialis kafir meruntuhkannya pada awal abad ini.

Kondisi umat yang berada dalam keadaan hina amatlah menghairankan, padahal dia- tidak seperti umat-umat lainnya- adalah pemilik dari kekayaan pemikiran dan kekayaan perundang-undangan yang amat luar biasa. Umat ini bukan hanya memiliki sumber-sumber perundang-undangan yang mencakup seluruh aspek kehidupan, tetapi juga memiliki warisan yang tiada ternilai yang ditinggalkan oleh para ulamanya yang cerdas di berbagai cabang ilmu pengetahuan. Sampai-sampai jika seseorang membahas satu masalah di bidang ekonomi, sosial atau politik –misalnya- maka dia pasti akan menemukan dalam turats (khazanah)nya berbagai tulisan yang sangat banyak yang membahas masalah tersebut dengan pembahasan yang mendalam dan pemikiran yang cemerlang.

Betapa amat menghairankan, umat yang besar ini berada dalam keadaan hina, mendengar seluruh teriakan dan mengikuti orang-orang kafir lagi zalim, padahal umat ini –tidak seperti umat-umat lain- memiliki beban (kewajiban) untuk menyebarluaskan risalah Islam kepada seluruh umat manusia. Seharusnya dialah yang patut didengar oleh umat-umat lain, bukan sebagai pendengar (objek). Selayaknya umat ini memperoleh derajat yang mulia dan diikuti (diteladani), bukan malah hina dan dihina . Sepatutnya umat ini menjadi pengajar umat manusia, bukan umat yang belajar (diajar).  Ertinya, umat ini ditengah-tengah umat manusia lainnya harus menjadi seperti Rasulullah di tengah-tengah umatnya. Allah Swt berfirman:

Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. (QS. al-Baqarah [2]: 143)

Sesungguhnya kelemahan politik dan kemunduran kaum Muslim itu diikuti oleh adanya kerosakan yang besar di dalam akidah mereka. Kerosakan-kerosakan itu meskipun belum mengeluarkan kaum Muslim dari agama Islam, akan tetapi telah benar-benar mengeluarkan sebagian mereka dari akidah, sehingga mereka menjadi orang-orang kafir yang murtad dari agamanya. Hal itu mempengaruhi kehidupan kaum Muslim, sehingga kekufuran yang nyata dipertontonkan secara telanjang dalam kehidupan mereka. Sebab-sebab yang mengharuskan kaum Muslim menghadapi kerosakan-kerosakan itu, penampakan dan bentuk-bentuknya bermacam-macam. Seperti apakah realiti  atau kenyataan  kerosakan akidah kaum Muslim saat ini, dan bagaimana cara mengubatinya?

Sebelum melanjutkan pembahasan tentang masalah ini serta cara mengatasinya, maka sudah seharusnya kita bertasbih kepada Allah yang Maha Agung dan mensucikan syari’at-Nya yang lurus dari persangkaan bahwa syari’at ini telah lalai dalam menjelaskan pengubatan terhadap masalah-masalah seperti ini, atau tidak menjelaskan tentang praktik pengubatannya itu. Oleh kerana itu, kami menyisipkan juga ke dalam tulisan ini (kritik atas) ijtihad-ijtihad aqliyah, yang melihat dan memperhatikan realiti kaum Muslim dan problematikanya, kemudian mencari pengubatan yang diambil dari realiti itu sendiri –bukan dari syara- sebagai sumber pemikiran, kemudian memanipulasi nash-nash serta dalil-dalil dan menyimpulkannya sehingga hasil ijtihad mereka tidak menggunakan dalil-dalil yang berkaitan dengan masalah tersebut.

Orang yang benar-benar mengamati keyakinan kaum Muslim sekarang ini mengetahui, bahwa penampakan-penampakan utama dari kerosakan-kerosakan akidah tidak keluar dari tiga penampakan berikut ini:

1- Kelemahan iman.

2- Kekufuran-kekufuran yang tampak pada kaum Muslim.

3- Tidak menjadikan akidah Islam sebagai qiyadah fikriyah (kepemimpinan berpikir).


(bersambung ke Bagian 2)


sumber: suaraIslamonline

Saturday, February 2, 2013