بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَ بَعْدُ:
Dari dulu hingga sekarang orang-orang mulia suka membiarkan dan memelihara janggutnya. Berikut pembuktiannya:
Para Nabi dan Rasul ‘Alaihimus Salam Berjanggut
[1]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berjanggut:
قَالَ جَابِرُ بْنُ سَمُرَةَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ شَمِطَ مُقَدَّمُ رَأْسِهِ وَلِحْيَتِهِ، وَكَانَ إِذَا ادَّهَنَ لَمْ يَتَبَيَّنْ، وَإِذَا شَعِثَ رَأْسُهُ تَبَيَّنَ، وَكَانَ كَثِيرَ شَعْرِ اللِّحْيَةِ.
Jabir bin Samurah berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah beruban rambut kepala dan janggutnya. Apabila beliau meminyakinya, ubannya tidak nampak, dan apabila rambut kepalanya kusut, nampaklah uban itu. Rambut janggut beliau amat lebat.”
[Shahih: Shahih Muslim (no. 4326)]
Saat menyifati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata:
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا قَصِيرٌ وَلا طَوِيلٌ، عَظِيمَ الرَّأْسِ رَجِلَهُ، عَظِيمَ اللِّحْيَةِ.
“Rasululluh shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berpostur pendek, tidak pula tinggi, dan lebat janggut beliau.”
[Hasan lighairi: Musnad Ahmad (no. 946). Lihat Tahdzibul Kamal (XII/53) dan at-Tarikh al-Kabir (IV/282) oleh al-Bukhari]
قَالَ أَبُوْ مَعْمَرٍ: قُلْنَا لِخَبَّابٍ أَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِى الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ؟ قَالَ: نَعَمْ. قُلْنَا: بِمَ كُنْتُمْ تَعْرِفُونَ ذَاكَ؟ قَالَ: بِاضْطِرَابِ لِحْيَتِهِ.
Abu Ma’mar berkata, “Aku bertanya kepada Khabbab, ‘Apakah Rasulullah membaca (surat) dalam shalat Zhuhur dan Ashar?’ Dia menjawab, ‘Ya.’ Aku bertanya, ‘Dengan apa anda mengetahui itu?’ Jawabnya, ‘Dengan gerakan janggut beliau.’”
[Shahih: Shahih al-Bukhari (no. 746), Sunan Abu Dawud (no. 801), dan Sunan Ibnu Majah (no. 826)]
[2]
Nabi Harun ‘alaihis salam Berjanggut:
Allah Yang Mahatahu mengabarkan:
(( قَالَ يَا ابْنَ أُمَّ لَا تَأْخُذْ بِلِحْيَتِي وَلَا بِرَأْسِي ))
“Dia (Harun) berkata (kepada Musa), “Hai putra ibuku! Janganlah kamu pegang janggutku dan jangan pula kepalaku.”
[QS. Thaha [20]: 94]
Para Shahabat Radhiyallahu ‘Anhum Berjanggut
[3]
Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘Anhu Berjanggut:
قَالَ شَقِيقُ بْنُ سَلَمَةَ: رَأَيْتُ عُثْمَانَ تَوَضَّأَ فَخَلَّلَ لِحْيَتَهُ وَقَالَ: هَكَذَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ.
Syaqiq bin Salamah berkata, “Aku melihat Utsman berwudhu lalu menyela-nyela janggutnya dan berkata, ‘Demikian aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu.’”
[Hasan: Sunan ad-Darimi (no. 731). Dinilai hasan oleh Syaikh Husain Salim Asad]
[4]
Ibnu ‘Umar Radhiyallahu ‘Anhuma Berjanggut:
قَالَ مَرْوَانُ ابْنُ سَالِمٍ الْمُقَفَّعَ: رَأَيْتُ ابْنَ عُمَرَ يَقْبِضُ عَلَى لِحْيَتِهِ.
Marwan bin Salim al-Muqaffa’ berkata, “Aku pernah melihat Ibnu ‘Umar memegang janggutnya.”
[Hasan: Sunan Abu Dawud (no. 2357). Dinilai hasan oleh Syaikh al-Albani]
[5]
Abdullah Ayah Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘Anhuma Berjanggut
قَالَ جَابِرٌ: دُفِنَ مَعَ أَبِي رَجُلٌ فَكَانَ فِي نَفْسِي مِنْ ذَلِكَ حَاجَةٌ فَأَخْرَجْتُهُ بَعْدَ سِتَّةِ أَشْهُرٍ، فَمَا أَنْكَرْتُ مِنْهُ شَيْئًا إِلَّا شُعَيْرَاتٍ كُنَّ فِي لِحْيَتِهِ مِمَّا يَلِي الْأَرْضَ.
Jabir berkata, “Ayahku dikubur bersama seseorang, sehingga muncul keinginan pada diriku untuk membongkarnya setelah enam bulan lamanya. Aku tidak melihat perubahan padanya selain rambut-rambut janggutnya menempel tanah.”
[Shahih: Sunan Abu Dawud (no. 3232). Dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani]
[6]
Mughits Radhiyallahu ‘Anhu Berjanggut
قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: أَنَّ زَوْجَ بَرِيرَةَ كَانَ عَبْدًا يُقَالُ لَهُ مُغِيثٌ كَأَنِّى أَنْظُرُ إِلَيْهِ يَطُوفُ خَلْفَهَا يَبْكِى، وَدُمُوعُهُ تَسِيلُ عَلَى لِحْيَتِهِ.
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Suami Bararah ada seorang budak yang bernama Mughits. Aku pernah melihatnya berjalan di belakang isterinya sambil menangis dan air matanya menetes hingga ke janggutnya.”
[Shahih: Shahih al-Bukhari (no. 5283)]
Para Ulama dan Orang Shalih Berjanggut
[7]
Imam al-Baghawi Berjanggut
Berkata Imam al-Baghawi saat menafsirkan firman Allah, “Sungguh Kami telah memuliakan anak keturunan Adam”:
الرِّجَالُ بِاللِّحَى وَالنِّسَاءُ بِالذَّوَائِبِ.
“Kaum lelaki dengan janggut dan kaum perempuan dengan rambut kepala yang indah.”
[Tafsir al-Baghawi (V/108), cet. ke-4 Darut Thayyibah]
[8]
Imam an-Nawawi asy-Syafi’i Berjanggut
Imam an-Nawawi berkata:
وَيَنْبَغِي لِلْمُعَلِّمِ أَنْ يَتَخَلَّقَ بِالْمَحَاسِنِ الَّتِي وَرَدَ الشَّرْعُ بِهَا ... وَمُلَازَمَةُ الْوَظَائِفِ الشَّرْعِيَّةِ كاَلتَّنْظِيْفِ وَتَقْلِيْمٍ بِإِزَالَةِ الْأَوْسَاخِ وَالشُّعُوْرِ الَّتِي وَرَدَ الشَّرْعُ بِإِزَالَتِهَا كَقَصِّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيْمِ الظَّفْرِ وَتَسْرِيْحِ اللِّحْيَةِ وَإِزَالَةِ الرَّوَائِحِ الْكَرِيْهَةِ وَالْمَلَابِسِ الْمَكْرُوْهَةِ.
“Dan sepatutnya bagi seorang guru untuk berakhlak mulia sesuai tuntunan syar’i ... dan senantiasa menjalankan agama seperti membersihkan badan dari kotoran-kotoran dan memotong rambut-rambut yang diperintahkan syariat untuk dipotong, seperti memangkas kumis, memotong kuku, memanjangkan janggut, menghilangkan bau badan yang tidak sedap, dan pakaian yang tidak selayaknya.”
[At-Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur`an (hal. 37) oleh Imam an-Nawawi, cet. Dar Ibnu Hazm, tahqiq: Muhammad al-Hijar]
Para ulama yang lurus aqidahnya tidaklah memerintahkan sesuatu melainkan mereka adalah orang yang pertama kali mengamalkannya karena meniru Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Akhirnya, kita menjadi tahu bahwa di antara kemulian bagi kaum lelaki adalah janggut. Untuk itulah Allah menjadikan janggut bagi para nabi dan orang-orang shalih. Dengan janggut ini pula, Allah memuliakan kaum muslimin dan melarang mereka mengikuti orang rendahan yang memotong janggutnya layaknya orang-orang musyrik. Tentang mereka, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ، وَفِّرُوا اللِّحَى، وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ»
“Berbedalah kalian dengan orang-orang musyrik, biarkan janggut, dan pangkaslah kumis.”
[Muttafaqun ‘Alaihi: Shahih al-Bukhari (no. 5892) dan Shahih Muslim (no. 259)]
Maka, jalan mana yang anda pilih? Mengikuti jalan orang-orang mulia ataukah jalan orang-orang rendahan???
Semoga Allah Yang Mahamulia memasukkan kita ke dalam golongan orang-orang shalih lagi mulia.
sumber: zilzaal
No comments:
Post a Comment