Bashrah, sebuah kota di negeri Iraq, merupakan tempat kelahiran pertama bagi Tasawuf dan Sufi. Yang mana (di masa tabi’in) sebagian dari ahli ibadah Bashrah mulai berlebihan dalam
beribadah, zuhud dan wara’ terhadap dunia (dengan cara yang belum pernah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam), hingga akhirnya mereka memilih untuk mengenakan pakaian yang terbuat dari bulu domba (Shuuf).
Meski kelompok ini tidak mewajibkan tarekatnya dengan pakaian semacam itu, namun atas dasar inilah mereka disebut dengan Sufi, sebagai nisbat kepada Shuuf.
Oleh kerana itu, lafaz Sufi ini bukan lah nisbat kepada Ahlush Shuffah yang ada di zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi waSallam, kerana nisbat kepadanya dinamakan Shuffi, bukan pula nisbat kepada shaf terdepan di hadapan Allah Ta’ala, kerana nisbat kepadanya dinamakan Shaffi, bukan pula nisbat kepada
makhluk pilihan Allah kerana nisbat kepadanya adalah Shafawi dan bukan pula nisbat kepada Shufah bin Bisyr (salah satu suku Arab), walaupun secara lafaz boleh dibenarkan, namun secara makna sangatlah lemah, kerana antara suku tersebut dengan kelompok Sufi tidak berkaitan sama sekali.
Para ulama Bashrah yang mendapati masa kemunculan mereka, tidaklah tinggal diam. Sebagaimana yang diriwayatkan
oleh Abu Asy Syaikh – Al Ashbahani rahimahullah dengan sanadnya dari Muhammad bin Sirin rahimahullah bahwasanya telah sampai kepadanya berita tentang orang-orang yang mengutamakan pakaian yang terbuat dari bulu domba, maka beliau pun berkata:
"Sesungguhnya ada orang-orang yang mengutamakan pakaian
yang terbuat dari bulu domba dengan alasan untuk meneladani
Al Masih bin Maryam ! Maka sesungguhnya petunjuk Nabi kita
lebih kita cintai (dari/dibanding petunjuk Al-Masih), beliau
Shallallahu alaihi wassalam biasa mengenakan pakaian yang
terbuat dari bahan katun (cotton) dan yang selainnya".
(Diringkas dari Majmu Fatawa, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Juz 11, hal. 6,16)
Siapakah Peletak/Pendiri Tasawuf ?
Ibnu Ajibah seorang Sufi Fathimi, mengklaim bahwasanya peletak
tasawuf adalah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sendiri. Yang mana beliau–menurut Ibnu Ajibah –mendapatkannya dari Allah Ta’ala melalui wahyu dan ilham.
Kemudian Ibnu Ajibah berbicara panjang lebar tentang permasalahan tersebut dengan disertai bumbu-bumbu keanehan dan kedustaan.
Ia berkata:
"Jibril pertama kali turun kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dengan membawa ilmu syariat, dan ketika ilmu itu telah
mantap, maka turunlah ia untuk kedua kalinya dengan membawa
ilmu hakikat. Beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pun mengajarkan ilmu hakikat ini pada orang-orang khususnya
saja. Dan yang pertama kali menyampaikan Tasawuf adalah Ali bin Abi Thalib Radiyallahu anhu, kemudian Al Hasan Al Bashri rahimahullah menimba ilmu darinya. (Iqazhul Himam Fi Syarhil Hikam, hal.5 dinukil dari At Tashawwuf Min Shuwaril Jahiliyah, hal. 8).
Asy Syaikh Muhammad Aman Al Jami rahimahullah berkata:
"Perkataan Ibnu Ajibah ini merupakan tuduhan keji lagi lancang terhadap Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, ia Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, ia menuduh dengan kedustaan bahwa beliau menyembunyikan
kebenaran. Dan tidaklah seseorang menuduh Nabi dengan
tuduhan tersebut, kecuali seorang zindiq yang keluar dari Islam dan berusaha untuk memalingkan manusia dari Islam jika ia mampu, kerana Allah Ta’ala telah perintahkan Rasul-Nya Shallallahu 'Alaihi wa Sallam untuk menyampaikan kebenaran tersebut dalam
firman-Nya, (artinya):
“Wahai Rasul sampaikanlah apa yang telah diturunkan kepadamu
oleh Rabbmu, dan jika engkau tidak melakukannya, maka (pada
hakikatnya) engkau tidak menyampaikan risalah-Nya.” (QS
Al-Maidah 5:67)
Beliau juga berkata:
"Adapun tentang pengakuannya tersebut ,sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al Imam Muslim rahimahullah dari hadits Abu Thufail Amir bin Watsilah Radiyallahu anhu ia berkata:
Suatu saat aku pernah berada di sisi Ali bin Abi Thalib Radiyallahu anhu, maka datanglah seorang laki-laki serayususan Ahlul Bait dengan sesuatu dari ilmu dan agama, maka ini merupakan pemikiran yang diwarisi oleh orang-orang Sufi dari pemimpin-pemimpin mereka (Syi’ah). Dan benar-benar Ali bin Abi Thalib
Radiyallahu anhu sendiri yang membantahnya. Berkata laki-laki
tersebut :
"Apa yang pernah dirahsiakan oleh Nabi Shallallahu 'Alaihi wa
Sallam kepadamu ?" Maka Ali pun marah lalu mengatakan:
"Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam belum pernah merahsiakan
sesuatu kepadaku yang tidak disampaikan kepada manusia !
Hanya saja beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pernah memberitahukan kepadaku tentang empat perkara".
Abu Thufail Radiyallahu anhu berkata:
"Apa empat perkara itu wahai Amirul Mukminin ?"
Beliau menjawab:
"Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: (Artinya):
“Allah melaknat seorang yang melaknat kedua orang tuanya,
Allah melaknat seorang yang menyembelih untuk selain Allah,
Allah melaknat seorang yang melindungi pelaku kejahatan, dan
Allah melaknat seorang yang mengubah tanda batas tanah.”
(At-Tashawwuf Min Shuwaril Jahiliyyah, hal. 7-8).
Hakikat Tasawuf
Bila kita telah mengetahui bahwasa nya Tasawuf ini bukanlah ajaran Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan bukan pula ilmu
warisan dari Ali bin Abi Thalib Radiyallahu anhu, maka dari manakah ajaran Tasawuf ini?
Asy Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir rahimahullah berkata:
"Tatkala kita telusuri ajaran Sufi periode pertama dan terakhir,
dan juga perkataan-perkataan mereka baik yang keluar dari lisan
Atau pun yang terdapat di dalam buku-buku terdahulu dan terkini
mereka, maka sangat berbeda dengan ajaran Al Qur’an dan As
Sunnah. Dan kita tidak pernah melihat asal usul ajaran Sufi ini
di dalam sejarah pemimpin umat manusia, Muhammad Shallallahu
'Alaihi wa Sallam, dan juga dalam sejarah para shahabatnya yang
mulia, serta makhluk-makhluk pilihan Allah Ta’ala di alam semesta ini.
Bahkan sebaliknya, kita melihat bahwa ajaran Sufi ini diambil
dan diwarisi dari kerahiban Nashrani, Brahma, Hindu, ibadah Yahudi dan zuhud Buddha".
(At Tashawwuf Al Mansya’ Wal Mashadir, hal. 28). [1]
Asy Syaikh Abdurrahman Al Wakil rahimahullah berkata:
"Sesungguhnya Tasawuf merupakan tipu daya syaithan yang paling tercela lagi hina, untuk menggiring hamba-hamba Allah Ta’ala di dalam memerangi Allah Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Sesungguhnya ia (Tasawuf) merupakan topeng bagi Majusi agar tampak sebagai seorang Rabbani, bahkan ia sebagai topeng bagi setiap musuh (Sufi) di dalam memerangi agama yang benar ini. Periksalah ajarannya ! niscaya engkau akan mendapati padanya ajaran Brahma (Hindu), Buddha, Zaradisytiyyah, Manawiyyah, Dishaniyyah, Aplatoniyyah, Ghanushiyyah, Yahudi,
Nashrani, dan Berhalaisme Jahiliyyah".
Beberapa Bukti Kesesatan Ajaran Tasawuf
1. Al Hallaj seorang dedengkot sufi, berkata :
Kemudian Dia (Allah) menampakkan diri kepada makhluk-Nya dalam bentuk orang makan dan minum.
(Dinukil dari Firaq Mua’shirah,
karya Dr. Ghalib bin Ali Iwaji, juz 2 hal.600).
Padahal Allah Ta’ala telah berfirman, (artinya):
ِ
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS Asy Syuura 26:11)
“Berkatalah Musa : Wahai Rabbku nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat-Mu. Allah berfirman: Kamu sekali-kali tidak akan sanggup melihat-Ku.” (yakni di dunia-pen) ... (QS Al-A’raaf 7:143).
2. Ibnu Arabi, tokoh sufi lainnya, berkata:
Sesungguhnya seseorang ketika menyetubuhi isterinya tidak lain
(ketika itu) ia menyetubuhi Allah! (FushushulHikam).[3]
Betapa kufurnya kata-kata ini …, tidakkah orang-orang Sufi sedar akan kesesatan gembongnya ini?!
3. Ibnu Arabi juga berkata : Maka Allah memujiku dan aku pun memuji-Nya, dan Dia menyembahku dan aku pun menyembah-Nya.
(Al Futuhat Al Makkiyyah).[4]
Padahal Allah Ta’ala telah berfirman, (artinya):
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.”
(QS Adz Dzariyat 51:56).
“Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang
kepada Allah Yang Maha Pemurah dalam keadaan sebagai hamba.” (QS Maryam 19: 93).
4. Jalaluddin Ar Rumi, seorang tokoh sufi yang kondang berkata :
Aku seorang muslim,tapi aku juga seorang Nashrani, Brahmawi,
dan Zaradasyti, bagiku tempat ibadah sama … masjid, gereja, atau tempat berhala-berhala. [5]
Padahal Allah Ta’ala telah berfirman (artinya):
“Dan barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-
kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (QS Ali Imran 3:85)
5. Pembahagian ilmu menjadi Syari’at dan Hakikat, yang mana
bila seseorang telah sampai pada tingkatan hakikat berarti ia telah
mencapai martabat keyakinan yang tinggi kepada Allah Ta’ala,
oleh kerana itu gugurlah baginya segala kewajiban dan larangan dalam agama ini.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata :
"Tidak diragukan lagi oleh ahlul ilmi dan iman bahwasanya perkataan tersebut termasuk sebesar-besar kekafiran dan yang paling berat. Ia lebih jahat dari perkataan Yahudi dan Nashrani, kerana Yahudi dan Nashrani beriman dengan sebagian dari isi Al Kitab dan kafir dengan sebagiannya, sedangkan mereka adalah orang- orang kafir yang sesungguhnya" (kerana mereka berkeyakinan dengan sampainya kepada martabat hakikat, tidak lagi terkait dengan kewajiban dan larangan dalam agama ini, pen).
(Majmu’ Fatawa, juz 11 hal. 401).
6. Dzikirnya orang-orang awam adalah La Illaha Illallah, sedangkan dzikirnya orang- orang khusus dan paling khusus / Allah, / Huu, dan / Aah saja. Padahal Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
”Sebaik-baik dzikir adalah La Illaha Illallah.” (H.R.Tirmidzi, dari
shahabat Jabir bin Abdullah Radiyallahu anhu, dihasankan
oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Shahih Al Jami’, no. 1104).[6]
Syaikhul Islam rahimahullah berkata :
"Dan barangsiapa yang beranggapan bahwa La Illaha Illallah dzikirnya orang awam, sedangkan dzikirnya orang- orang khusus dan paling khusus adalah/Huu, maka ia seorang yang sesat dan menyesatkan".
(Risalah Al Ubudiyah, hal. 117-118, dinukil dari Haqiqatut
Tashawwuf, hal. 13)
7. Keyakinan bahwa orang-orang Sufi mempunyai ilmu Kasyaf
(dapat menyingkap hal-hal yang tersembunyi) dan ilmu ghaib.
Allah Ta’ala dustakan mereka dalam firman-Nya (artinya):
“Katakanlah tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui hal-hal yang ghaib kecuali Allah.” (QS An-Naml 27:65)
8. Keyakinan bahwa Allah Ta’ala menciptakan Nabi Muhammad
Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dari nuur/cahaya-Nya, dan Allah
Ta’ala ciptakan segala sesuatu dari cahaya Nabi Muhammad
Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.
Padahal Allah Ta’ala telah berfirman (artinya):
“Katakanlah (Wahai Muhammad), sesungguhnya aku hanyalah
seorang manusia seperti kalian, yang diwahyukan kepadaku …”
(QS Al Kahfi 18:110).
“(Ingatlah) ketika Rabbmu berfirman kepada para Malaikat:
Sesungguhnya Aku akan ciptakan manusia dari tanah liat.”
(QS Shaad 38:71)
Wallahu A’lam bish Shawab
Hadits-hadits palsu atau lemah yang tersebar di kalangan umat:
Hadits Abu Umamah:
“Pakailah pakaian yang terbuat dari bulu domba, niscaya akan
kalian rasakan manisnya keimanan di hati kalian.”
(HR Al-Baihaqi dlm Syu’abul Iman).
Keterangan : Hadits ini palsu kerana di dalam sanadnya terdapat seorang perawi yang bernama Muhammad bin Yunus Al Kadimy. Dia seorang pemalsu hadits, Al Imam Ibnu Hibban berkata : Dia telah memalsukan kira-kira lebih dari dua ribu hadits. (Lihat Silsilah Al Ahadits Adh Dhoifah Wal Maudhu’ah, no:90)
Footnote :
[1][2] Dinukil dari kitab Haqiqatut Tashawwuf karya Asy
Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan, hal.7
[3][4][5] Dinukil dari kitab Ash Shufiyyah Fii Mizanil Kitabi Was
Sunnah karya Asy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, hal.
24-25.
[6] Lihat kitab Fiqhul Ad Iyati Wal Adzkar, karya Asy Syaikh
Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al Badr, hal.173.
(Dikutip dari Buletin Islam Al Ilmu Edisi 46/III/I2/1425,
diterbitkan Yayasan As Salafy Jember. Judul asli “Hakekat
Tasawuf dan Sufi”. Penulis Al Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi, Lc.
(Dikirim oleh al Al Akh Ibn Harun via email.)
Asy Syaikh Abdurrahman Al Wakil rahimahullah berkata:
"Sesungguhnya Tasawuf merupakan tipu daya syaithan yang paling tercela lagi hina, untuk menggiring hamba-hamba Allah Ta’ala di dalam memerangi Allah Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Sesungguhnya ia (Tasawuf) merupakan topeng bagi Majusi agar tampak sebagai seorang Rabbani, bahkan ia sebagai topeng bagi setiap musuh (Sufi) di dalam memerangi agama yang benar ini. Periksalah ajarannya ! niscaya engkau akan mendapati padanya ajaran Brahma (Hindu), Buddha, Zaradisytiyyah, Manawiyyah, Dishaniyyah, Aplatoniyyah, Ghanushiyyah, Yahudi,
Nashrani, dan Berhalaisme Jahiliyyah".
Beberapa Bukti Kesesatan Ajaran Tasawuf
1. Al Hallaj seorang dedengkot sufi, berkata :
Kemudian Dia (Allah) menampakkan diri kepada makhluk-Nya dalam bentuk orang makan dan minum.
(Dinukil dari Firaq Mua’shirah,
karya Dr. Ghalib bin Ali Iwaji, juz 2 hal.600).
Padahal Allah Ta’ala telah berfirman, (artinya):
ِ
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS Asy Syuura 26:11)
“Berkatalah Musa : Wahai Rabbku nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat-Mu. Allah berfirman: Kamu sekali-kali tidak akan sanggup melihat-Ku.” (yakni di dunia-pen) ... (QS Al-A’raaf 7:143).
2. Ibnu Arabi, tokoh sufi lainnya, berkata:
Sesungguhnya seseorang ketika menyetubuhi isterinya tidak lain
(ketika itu) ia menyetubuhi Allah! (FushushulHikam).[3]
Betapa kufurnya kata-kata ini …, tidakkah orang-orang Sufi sedar akan kesesatan gembongnya ini?!
3. Ibnu Arabi juga berkata : Maka Allah memujiku dan aku pun memuji-Nya, dan Dia menyembahku dan aku pun menyembah-Nya.
(Al Futuhat Al Makkiyyah).[4]
Padahal Allah Ta’ala telah berfirman, (artinya):
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.”
(QS Adz Dzariyat 51:56).
“Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang
kepada Allah Yang Maha Pemurah dalam keadaan sebagai hamba.” (QS Maryam 19: 93).
4. Jalaluddin Ar Rumi, seorang tokoh sufi yang kondang berkata :
Aku seorang muslim,tapi aku juga seorang Nashrani, Brahmawi,
dan Zaradasyti, bagiku tempat ibadah sama … masjid, gereja, atau tempat berhala-berhala. [5]
Padahal Allah Ta’ala telah berfirman (artinya):
“Dan barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-
kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (QS Ali Imran 3:85)
5. Pembahagian ilmu menjadi Syari’at dan Hakikat, yang mana
bila seseorang telah sampai pada tingkatan hakikat berarti ia telah
mencapai martabat keyakinan yang tinggi kepada Allah Ta’ala,
oleh kerana itu gugurlah baginya segala kewajiban dan larangan dalam agama ini.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata :
"Tidak diragukan lagi oleh ahlul ilmi dan iman bahwasanya perkataan tersebut termasuk sebesar-besar kekafiran dan yang paling berat. Ia lebih jahat dari perkataan Yahudi dan Nashrani, kerana Yahudi dan Nashrani beriman dengan sebagian dari isi Al Kitab dan kafir dengan sebagiannya, sedangkan mereka adalah orang- orang kafir yang sesungguhnya" (kerana mereka berkeyakinan dengan sampainya kepada martabat hakikat, tidak lagi terkait dengan kewajiban dan larangan dalam agama ini, pen).
(Majmu’ Fatawa, juz 11 hal. 401).
6. Dzikirnya orang-orang awam adalah La Illaha Illallah, sedangkan dzikirnya orang- orang khusus dan paling khusus / Allah, / Huu, dan / Aah saja. Padahal Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
”Sebaik-baik dzikir adalah La Illaha Illallah.” (H.R.Tirmidzi, dari
shahabat Jabir bin Abdullah Radiyallahu anhu, dihasankan
oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Shahih Al Jami’, no. 1104).[6]
Syaikhul Islam rahimahullah berkata :
"Dan barangsiapa yang beranggapan bahwa La Illaha Illallah dzikirnya orang awam, sedangkan dzikirnya orang- orang khusus dan paling khusus adalah/Huu, maka ia seorang yang sesat dan menyesatkan".
(Risalah Al Ubudiyah, hal. 117-118, dinukil dari Haqiqatut
Tashawwuf, hal. 13)
7. Keyakinan bahwa orang-orang Sufi mempunyai ilmu Kasyaf
(dapat menyingkap hal-hal yang tersembunyi) dan ilmu ghaib.
Allah Ta’ala dustakan mereka dalam firman-Nya (artinya):
“Katakanlah tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui hal-hal yang ghaib kecuali Allah.” (QS An-Naml 27:65)
8. Keyakinan bahwa Allah Ta’ala menciptakan Nabi Muhammad
Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dari nuur/cahaya-Nya, dan Allah
Ta’ala ciptakan segala sesuatu dari cahaya Nabi Muhammad
Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.
Padahal Allah Ta’ala telah berfirman (artinya):
“Katakanlah (Wahai Muhammad), sesungguhnya aku hanyalah
seorang manusia seperti kalian, yang diwahyukan kepadaku …”
(QS Al Kahfi 18:110).
“(Ingatlah) ketika Rabbmu berfirman kepada para Malaikat:
Sesungguhnya Aku akan ciptakan manusia dari tanah liat.”
(QS Shaad 38:71)
Wallahu A’lam bish Shawab
Hadits-hadits palsu atau lemah yang tersebar di kalangan umat:
Hadits Abu Umamah:
“Pakailah pakaian yang terbuat dari bulu domba, niscaya akan
kalian rasakan manisnya keimanan di hati kalian.”
(HR Al-Baihaqi dlm Syu’abul Iman).
Keterangan : Hadits ini palsu kerana di dalam sanadnya terdapat seorang perawi yang bernama Muhammad bin Yunus Al Kadimy. Dia seorang pemalsu hadits, Al Imam Ibnu Hibban berkata : Dia telah memalsukan kira-kira lebih dari dua ribu hadits. (Lihat Silsilah Al Ahadits Adh Dhoifah Wal Maudhu’ah, no:90)
Footnote :
[1][2] Dinukil dari kitab Haqiqatut Tashawwuf karya Asy
Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan, hal.7
[3][4][5] Dinukil dari kitab Ash Shufiyyah Fii Mizanil Kitabi Was
Sunnah karya Asy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, hal.
24-25.
[6] Lihat kitab Fiqhul Ad Iyati Wal Adzkar, karya Asy Syaikh
Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al Badr, hal.173.
(Dikutip dari Buletin Islam Al Ilmu Edisi 46/III/I2/1425,
diterbitkan Yayasan As Salafy Jember. Judul asli “Hakekat
Tasawuf dan Sufi”. Penulis Al Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi, Lc.
(Dikirim oleh al Al Akh Ibn Harun via email.)
Assalamualaikum....Terima kasih kerana berkongsi artikel yang sangat berguna ini....Semoga kita semua mendapat manfaat daripadanya...In Shaa Allah...
ReplyDeleteAssalamualaikum... Ada pendapat lain khusus masalah no 7 ttg hal ghaib di https://seteteshidayah.wordpress.com/2012/09/10/apa-yang-dimaksud-hanya-allah-saja-yang-mengetahui-hal-ghaib/
ReplyDeleteSemua jadi serba membingungkan
DeleteGak usah bingung akhi... Sudah jelas dan terang bahwasanya Ibadah itu hanya ITTIBA/ sesuai ajaran nabi , gak usah ghulluw/berlebihan... ketika nabi ajarkan ya diikuti,dan ketika nabi tidak ajarkan ya dihindari... Wallahu a lam bisuowaab
Delete