Sunday, January 19, 2014
MENGAPA NAMA TUHAN DI SETIAP AGAMA BERBEZA? Dr. ZAKIR NAIK MENJAWAB
Adam Khan bertanya:
Saya bekerja sebagai insinyur mesin.
Pertama,
saya ingin menyampaikan ucapan selamat saya atas presentasi yang sangat menarik yang telah anda sampaikan. Sekarang, pertanyaan saya adalah, zat ‘air’ memiliki nama-nama sebutan yang berbeda-beda dalam beragam bahasa. Seperti di dalam bahasa Inggeris, air disebut dengan ‘water’, dalam bahasa India disebut dengan ‘panil’, dalam bahasa Tamil disebut dengan ‘tanni’. Demikian juga dengan Tuhan, jika Ia boleh disebut dengan ‘Ram’ atau ‘Yesus’, bukanlah sebenarnya Ia adalah satu dan sama saja?
Dr.Zakir Naik menjawab:
Saudaraku tadi,
telah mengajukan satu pertanyaan yakni bila air memiliki banyak sebutan dalam beragam bahasa seperti ‘water’ dalam bahasa Inggeris, ‘pani’ dalam bahasa India, ‘tanni’ dalam bahasa Tamil. Demikian pula dengan Tuhan yang satu, tidak bolehkah kita menyebutnya ‘Ram’ atau ‘Yesus’, dan sebagainya? Telah saya sampaikan dalam pembicaraan saya, bahwa Al-Qur’anul Karim di dalam surah Isra’, surah ke-17, ayat 110, menyebutkan: “Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman, dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai asmaul husna (nama-nama yang terbaik)…”
Anda boleh menyebut Allah SWT dengan nama apapun asalkan itu nama yang indah dan nama itu tidak membentuk suatu gambaran mental. Nama tersebut juga harus mengandung kualiti-kualiti sebagai Tuhan Yang Maha Kuasa. Pesan wahyu yang sama diungkap di dalam surah Thaha, surah ke-20, ayat 8, dan surah Al-A’raf, surah ke-7, ayat 180 demikian pula dalam surah Al-Hashr, surah ke-59, ayat 24, yang berbunyi, “…Dia mempunyai al-asmaul husna (nama-nama yang baik)”. Anda boleh memanggil Allah dengan sebutan apa saja, namun sebutan tersebut tidak boleh memunculkan suatu bayang-bayang mental.
Terkait dengan pertanyaan anda bahwa air (water) boleh disebut dengan sebutan yang berbeda-beda dalam beragam bahasa. Seperti termaktub di dalam surah Al-Anbiya’, surah ke-21, ayat 30. Dalam bahasa Sansekerta disebut dengan ‘apah’, seperti termuat di dalam Bhagwat Gita. Pasal ke-7, ayat ke-4. Dalam Shudh India, ia disebut dengan ‘jal’, dalam bahasa Gujarat, air disebut dengan ‘jal’ atau ‘pani’. Dalam bahasa Marathi, ia disebut dengan ‘pani’, sebagaimana termuat di dalam kitab Kannad, dalam bahasa Telugu, air disebut dengan ‘nir’, dan dalam bahasa Malayalam, air disebut dengan ‘vellum’. Tentu tidak akan ada keberatan jika anda menyebutnya ‘air’ dalam bahasa apapun sejauh memang apa yang disebutkan itu adalah air, apa yang disebutkan itu mestilah air dan bukan zat yang lain selain air.
Misalnya,
andaikan ada seseorang yang mendatangi saya dan berkata, “saya dinasehati oleh teman saya agar setiap pagi hari saya minum segelas ‘pani’ (air)”. Saya tahu kerana arti ‘pani’ adalah air, namun ia (orang itu) lalu melanjutkan kalimatnya, “sewaktu saya minum segelas ‘pani’, saya merasa ingin muntah. Lalu saya tanya dia, mengapa dia merasa seperti ingin muntah? Air itu berwarna kekuning-kuningan.
Akhirnya, saya baru menyadari bahwa apa yang ia bicarakan bukanlah ‘pani’ (air) melainkan ‘urine’ (air kencing). Padahal ada seseorang yang mengatakan kepadanya bahwa ia harus meminum segelas ‘urine’, akan tetapi nama air tersebut malah disebut ‘pani’ (air biasa). Anda boleh menyebut air tersebut dengan kata ‘pani’, ‘tanni’, ‘apah’. Semuanya tiada masalah asalkan itu tetap merujuk kepada air (pani).
Anda boleh menyebut zat air tersebut dengan nama apapun asalkan tetap merujuk kepada zat tersebut atau dan di luar zat air tersebut, Anda tidak bleh menyebutnya air atau ‘pani’, ‘tanni’, atau ‘moya’. Anda boleh menyebutnya air jika memang itu air minum, anda tidak boleh menyebutnya air jika memang itu bukan air. Orang akan menganggapnya sebagai sebuah contoh yang tidak logis. Bahkan orang yang bodoh sekalipun mestilah dia boleh membedakan antara urine (air kencing) dan air. Saya sepakat dengannya bahwa orang yang bodoh sekalipun pasti masih boleh membedakan antara air kencing (urine) dan air.
Demikian pula halnya dengan mereka yang memahami konsep yang benar tentang Ketuhanan Yang Maha Kuasa.
Mereka mengatakan bahwa orang-orang menyembah kepada Tuhan yang palsu. Jika Dia bukan Tuhan yang sejati, maka anda akan memberikan nama/gelaran ketuhanan tersebut kepada pihak yang keliru/salah. Apakah mereka tidak boleh membedakan antara Tuhan yang sejati dengan Tuhan yang palsu? Jika Dia merupakan Tuhan yang sejati, silakan anda menyematkan nama/gelaran untuk-Nya. Jika Dia bukan, maka Anda akan memberikan nama/gelar ketuhanan tersebut kepada pihak yang keliru/salah, apakah ini bukan berarti bahwa mereka berlaku bodoh? Mereka telah berlaku bodoh.
Contoh lain.
Seandainya anda ada keinginan untuk membeli emas, lalu ada seseorang yang mendatangi anda, dan mengatakan bahwa ia ingin menjual perhiasan emasnya kepada anda. Lalu ia mengatakan bahwa perhiasan emas yang akan dijualnya kepada anda tersebut bernilai 24 karat. Anda tahu arti kata ‘sona’ yang ada dalam bahasa India berarti emas. Dalam bahasa Arab, kata ‘emas’ disebut dengan kata ‘zahabun’. Anda faham hal itu.
Kemudian, setelah anda mengetahui bahwa arti kata ‘sona’ yang ada dalam bahasa India itu berarti emas, tentu anda tidak akan serta-merta langsung membeli perhiasan emas tersebut. Anda tentu akan memeriksa perhiasan emas tersebut terlebih dahulu yang tadi disebutkan bernilai 24 karat. Apakah benar perhiasan emas tersebut nilainya 24 karat atau tidak? Tentu anda tidak akan langsung membelinya. Apa yang anda akan lakukan? Tentu anda pergi kepada si pandai emas, dan anda meminta si pandai emas tersebut untuk memeriksa apakah perhiasan emas tersebut benar bernilai 24 karat atau tidak.
Dan setelah dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan batu atau alat ujinya, lalu si pandai emas itu misalnya mengatakan kepada anda bahwa perhiasan emas tersebut palsu. Walaupun perhiasan itu menampakkan kekilauannya, namun tidak semua yang menampakkan kekilauannya itu adalah emas. Tentu anda akan melakukan pemeriksaan barang (emas) sebelum anda melakukan transaksi, untuk membuktikan apakah itu benar-benar emas atau bukan? Kerana, berikutnya, anda harus membayar sejumlah wang untuk itu.
Anda tahu bahwa tentu anda tidak ingin mengalami kerugian, baik itu senilai seribu rupee atau sepuluh ribu rupee. Jumlah wang seperti itu adalah termasuk jumlah uang yang cukup besar. Lalu, mengapa anda tidak melakukan hal sama tatkala ada orang lain yang mengatakan, “Inilah Tuhan”.
Anda perlu memeriksanya dengan menggunakan batu uji. Apa yang dimaksud dengan batu uji?
Yaitu surah Al-Ikhlas, surah ke-112, ayat 1 hingga 4 yang berbunyi:
“Katakanlah: Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seseorang pun yang setara dengan Dia”.
Jadi, jika ada seseorang yang mengatakan, “Inilah Tuhan”, maka anda perlu memeriksanya dengan menggunakan batu uji untuk membuktikan apakah benar Ia memang Tuhan atau bukan? Bila Dia cocok dengan definisi tersebut, maka kami (kaum Muslimin) sama sekali tidak akan keberatan untuk menerima makhluk manusia tersebut sebagai Tuhan Yang Maha Kuasa.
Misalnya,
andaikan ada seseorang yang tidak sehat fikirannya (lunatic) mengatakan, Nabi Muhammad SAW sebagai Tuhan Yang Maha Kuasa. Anda tahu bahwa kami (orang-orang Muslim) sangat mencintai Nabi Muhammad SAW. Kami mencintainya, kami bersedia melakukan apa saja untuknya. Kami sangat menghormatinya. Bahkan orang-orang non-Muslim, seperti Michael H Hart. Yang menulis sebuah buku yang berjudul ‘100 Orang Yang Paling Berpengaruh Di Dunia” menempatkan nabi penutup dan terakhir ini, yakni Nabi Muhammad SAW, sebagai tokoh utama di peringkat pertama. Walaupun demikian, kami mempunyai batu uji ketuhanan, yaitu surah Al-Ikhlas. Meskipun kami sangat menghormati-nya di antara semua manusia, jika persoalannya adalah untuk membuktikan apakah benar ia (Muhammad) boleh dikatakan Tuhan? Kami mengujinya dengan batu uji surah Al-Ikhlas.
Pertama,
apakah nabi Muhammad itu Esa dan satu-satunya? Allah telah mengutus beberapa orang rasul, beliau bukanlah satu-satunya rasul yang diutus. Kami sepakat bahwa beliau adalah seorang nabi dan rasul penutup dan yang terakhir. Namun, Al-Qur’an mengatakan bahwa kami harus beriman kepada semua nabi dan rasul. Jangan membeda-bedakan dalam beriman kepada setiap nabi dan rasul. Hal yang kedua adalah, kami tahu bahwa Nabi Muhammad SAW adalah seorang pribadi yang besar.
Namun beliau tidaklah bersifat absolut, abadi dan bukanlah tempat bergantungnya segala sesuatu. Dia bekerja keras. Dalam biografinya diceritakan seringkali nabi SAW dilempari batu. Kemudian, ia berdoa kepada Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa. Nabi Muhammad tidak bersifat absolut dan abadi.
Pengujian yang ketiga adalah:
“Dan Ia tidak beranak dan tidak diperanakkan”. Kita tahu bahwa nabi dilahirkan di Mekkah. Dia memiliki seorang bapak dan seorang ibu, yaitu Abdullah dan Aminah. Ia memiliki kedua orang tua, beliau juga memiliki keturunan (anak-anak), yaitu Fatimah (semoga Allah merahmatinya), Ibrahim (semoga Allah merahmatinya).
Jadi,
beliau tentulah bukan Allah SWT. Tidak ada seorang Muslim sejati yang akan mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah Tuhan Yang Maha Kuasa. Tidak akan ada!
Anda tahu mengapa? Kerana Allah telah menerangkan perkara itu yaitu di dalam fondasi keimanan Islam yang dikenal dengan ‘syahadatain’: “Tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad SAW adalah rasul utusan Allah”.
Kami mengucapkan kalimat kesaksian ini minimum lima kali sehari, pada saat adzan, pada saat iqamah yang dikumandangkan sebelum sholat. Kami selalu mengikrarkan bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan Nabi Muhammad SAW adalah rasul utusan Allah. Beliau adalah pesuruh Allah. Tidak ada seorangpun yang kerana sedemikian cintanya anda kepadanya, lalu anda sejajarkan dia dengan Tuhan Yang Maha Kuasa. Siapapun peribadi yang anda sebutkan itu sebagai Tuhan, anda perlu menggunakan batu uji ketuhanan ini, apakah pribadi yang anda cintai itu adalah Yesus Kristus, atau Buddha, atau Mahavir, gunakanlah batu uji ketuhanan tersebut. Saya sudah jelaskan kepada Anda tentang batu uji ketuhanan tersebut. Pada hari penghakimam nanti, saya dapat memberikan kesaksian kepada Allah SWT bahwa saya telah menjelaskan kepada ribuan orang yang hadir di sini tentang begaimana menerapkan batu uji ketuhanan tersebut.
Sekarang silakananda terapkan formula batu uji ketuhanan tersebut kepada Tuhan yang anda sembah. Jika Tuhan anda itu mampu melewati batu uji teologi tersebut, saya setuju untuk mengakuinya sebagai Tuhan Yang Maha Kuasa.
Namun,
jika Tuhan yang anda sembah tersebut tidak mampu melampaui batu uji ketuhanan tadi, maka anda sama sekali tidak boleh menyebut dan mengakuinya sebagai Tuhan. Saya berharap penjelasan saya ini telah menjawab pertanyaan tadi.
sumber: http://www.konsepketuhanan.com/mengapa-nama-tuhan-di-setiap-agama-berbeda/
Setuju dgn tulisan di atas.trms.
ReplyDeleteSitus debat yg bagus dimana yaa...tapi yg kalo mau comment anonym aja
ReplyDeleteSangat bermanfaat membaca laman ini,karena memperluas ilmu agama islam.
ReplyDelete