Friday, December 27, 2013

KESALAHAN2 DI PERMULAAN MENGENAL DAKWAH




Kami pernah  melakukannya diawal-awal kami mengenal dakwah ahlus sunnah wal jama’ah kerana kekurangan kami akan ilmu, kemudian kami ingin mengongsikannya supaya ikhwan-akhwat dapat mengambil pelajaran dan mengingatkan mereka yang telah lama mengenal anugerah dakwah ahlus sunnah khususnya kami peribadi. Beberapa hal tersebut ada 10  berdasar pengalaman kami:


1. Merasa lebih tinggi derajat dan akan terbebas dari dosa kerana sudah merasa mengenal Islam yang benar
2. Terlalu bersemangat menuntut ilmu agama sampai lupa kewajiban yang lain
3. Kaku dalam menerapkan ilmu agama padahal Islam adalah agama yang mudah
4. Keras dan kaku dalam berdakwah
5. Suka berdebat dan mau memenangi diri  bahkan menggunakan kata-kata yang kasar
6. Menganggap orang diluar dakwah ahlus sunnah sebagai saingan bahkan musuh
7. Berlebihan membicarakan kelompok tertentu dan ustadz/tokoh agama tertentu
8. Tidak serius belajar bahasa arab
9. Tidak segera mencari suasana  dan teman yang baik
10. Hilang dari pengajian dan kumpulan orang-orang yang shalih serta tenggelam dengan kesibukan dunia



Kemudian kami cuba jelaskan satu-persatu.

1. Merasa lebih tinggi derajat dan akan terbebas dari dosa kerana sudah merasa mengenal Islam yang sebenar.


Ketika awal-awal mengenal dakwah ahlus sunnah biasa jadi ada rasa bangga dan sombong bahwa ia telah mendapat hidayah dan merasa ia sudah selamat dunia-akherat. Padahal ini adalah  baru fase yaq’zah [kesedaran], awal mengangkat sauh  kapal, baru akan memulai mengharungi ilmu, amal, dakwah dan bersabar diatasnya.

Maka janganlah kita menganggap diri kita akan selamat dari dosa dan maksiat hanya kerana baru mengenal dakwah ahlus sunnah,


Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
فَلَا تُزَكُّوا أَنفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى

“Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui siapa orang yang bertakwa.” [An-Najm: 32]


Muhammad bin Ya’qub Al-Fairuz Abadi rahimahullah menukil penafsiran Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma tentang ayat ini:
فَلَا تبرئوا أَنفسكُم من الذُّنُوب {هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقى} من الْمعْصِيَة وَأصْلح

“Jangan kalian membebaskan diri kalian dari dosa dan Dialah yang paling mengetahui siapa yang bertakwa/takut dari maksiat dan membuat perbaikan” [Tanwirul Miqbaas min tafsiri Ibni Abbaas 1/447, Dar Kutubil ‘Ilmiyah, Libanon, Asy-Syamilah]


Seharusnya jika kita menisbahkan pada dakwah salafiyah maka ingatlah pesan salaf [pendahulu] kita yaitu sahabat Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu :
لو تعلمون ذنوبي ما وطئ عقبي اثنان، ولحثيتم التراب على رأسي، ولوددت أن الله غفر لي ذنبا من ذنوبي، وأني دعيت عبد الله بن روثة. أخرجه الحاكم وغيره.

“Kalau kalian mengetahui dosa-dosaku maka tidak akan ada dua orang yang berjalan di belakangku dan sungguh kalian akan melemparkan tanah di atas kepalaku, dan aku berangan-angan Allah mengampuni satu dosa dari dosa-dosaku dan aku dipanggil Abdullah bin Kotoran.” [HR.Hakim Al-Mustadrok 3/357 no 5382, shahih]


2. Terlalu bersemangat menuntut ilmu agama sampai lupa kewajiban yang lain.


Semua ikhwan-akhwat baru “sedar” pasti bersemangat menuntut ilmu, kerana banyak ilmu agama yang selama ini mereka yakini kurang tepat dan mereka dapatkan jawabannya dalam manhaj dakwah salafiyah yang ilmiyah. Akan tetapi ada yang terlalu semangat menuntut ilmu sampai lupa kewajibannya. Contoh kes:

-ikhwan kuliah dikampus, ia diberi amanah oleh orang tuanya untuk belajar dikota A. Menyelesaikan studinya, pulang membawa gelaran dan membahagiakan keduanya. Kedua orang tua bersusah payah membiayainya. Akan tetapi ia sibuk belajar agama disana-disini dan lalai dari amanah orang tua yang WAJIB juga ditunaikan. Nilainya hancur dan terancam Drop Out. Tentu saja orang tuanya bertanya-tanya dan malah menyalahkan dakwah salafiyah yang ia anut. Iapun tidak menjelaskan dengan baik-baik kepada kedua orang tuanya.

-seorang suami yang sibuk menuntut ilmu agama dan membiarkan isteri dan anaknya. Melakukan safar tholabul ilmi ke berbagai daerah, langsung membeli kitab-kitab yang banyak dan mahal. Padahal ia agak kesusahan dalam ekonomi dan tidak memberikan pengertian kepada isteri dan anak-anaknya.

Kita seharusnya memperhatikan firman Allah Ta'ala:
وَلاَ تُسْرِفُواْ إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

“Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” [Al-An’am: 141]

Dan jika kita perhatikan, orang-orang seperti ini hanya [maaf] “hangat-hangat tahi ayam”. Semangat hanya beberapa bulan saja setelah itu kendur bahkan hilang [malas dan jenuh].

3. Kaku dalam menerapkan ilmu agama padahal Islam adalah agama yang mudah.


Allah Ta’ala menghendaki kemudahan bagi hamba-Nya, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
يُرِيدُ اللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” [Al-Baqarah:185]

Sebagian ikhwan-akhwat yang baru “ngaji” mungkin dikeranakan masih sedikitnya ilmu terlalu kaku menerapkan ilmu agama sehingga  nampaknya islam adalah agama yang sulit dan tidak fleksibel. Contoh kes:


- seorang akhwat kuliah diluar kota, ia harus safar tanpa mahram dan tidak tahan kuliah ikhtilat, maka ia memutuskan tidak melanjutkan kuliah. Sehingga diminta pulang oleh orang tuanya. Akan tetapi ditempatnya tidak ada pengajian dan majlis ilmu sehingga ia menjadi lemah kerana ia baru-baru “ngaji”. Sedangkan di kota tempat ia kuliah ada banyak majlis ilmu. Maka keputusan ia berhenti kuliah kurang tepat.

Dan banyak kesyang lain. Intinya kita harus banyak-banyak berdiskusi dengan ustadz dan orang yang berilmu jika mendapatkan sesuatu dalam agama yang berat dan sesak terasa jika kita jalankan.


Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَشَاوِرْهُمْ فِي الأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّهِ

“Dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu . Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah.” [Ali Imron:159]


4. Keras dan kaku dalam berdakwah.


Mungkin ini disebabkan kerana terlalu semangat ingin meyebarkan dakwah manhaj salafiyah. Akan tetapi kerana sedikitnya ilmu tentang tata-cara berdakwah, dakwah menjadi  kaku dan keras.


Contoh kes:
-seorang pemuda yang baru mengenal dakwah, ketika pulang langsung menceramahi orang tuanya dan datuknya. Dan berkata “ini haram”, itu bid’ah, ini syirik”. Tentunya saja datuknya akan berkata, “kamu anak ingusan semalam , baru hari ini saya  besarkan, sudah berani ceramahi saya”?

-seorang ikhwan yang baru tahu hukum tahlilan setelah kematian adalah bid’ah. Kemudian ia datang kekumpulan orang yang melakukanya dalam suasana duka. Ia sampaikan ke majlis tersebut bahwa ini bid’ah. Maka akan  jadi ia pulang tinggal nama saja.

-seorang akhwat yang ingin mendakwahkan temannya yang masih sangat awam atau baru masuk Islam. Ia langsung mengambil tema tentang cadar, jenggot, isbal, bid’ah, hadist tentang perpecahan dan firqoh. Ia juga langsung membicarakan bahwa aliran ini sesat, tokoh ini sesat dan sebagainya. Seharusnya ia mengambil tema tauhid dan keindahan serta kemudahan dalam Islam.

Seharusnya berdakwah dengan cara yang lembut serta penuh hikmah. Dan berdakwah ada tingkatan, cara dan metodenya. Berpegang pada prinsip yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sabdakan:

يَسِّرُوا وَلَا تُعَسِّرُوا وَبَشِّرُوا وَلَا تُنَفِّرُوا
“Mudahkan dan jangan mempersulit, berikan kabar gembira dan jangan membuat manusia lari” [HR. Bukhari, Kitabul ‘Ilmu no.69]


5. Suka berdebat dan mau menang sendiri bahkan menggunakan kata-kata yang kasar.


Kerana terlalu semangat berdakwah akan tetapi tanpa disertai ilmu. Maka ada sebagian ikhwan-akhwat baru “ngaji” sering terjatuh dalam kebiasaan suka berdebat. Dan parahnya, ia baru hanya tahu hukumnya saja, tidak mengetahui dan menghafal dalil serta tidak tahu metode istidlal [mengambil dalil]. Jadi yang ada hanya berdebat saling berkeras  tentang hukum sesuatu. apalagi mengeluarkan kata-kata yang kasar sampai mencaci-maki dan menyumpah-seranah.

Memang ada yang sudah hafal dalilnya dan mengetahui metode istidlal , akan tetapi ia tidak membaca situasi dakwah, siapa objek dakwah, waktu berdakwah ataupun posisi dia saat mendakwahkan.

Dan ada juga yang berdebat kerana ingin menunjukkan bahwa ia ilmunya tinggi, banyak menghafal ayat dan hadis, mengetahui ushul fiqh dan kaidah-kaidahnya.

Memang saat itu kita menang dalam berdebat kerana manhaj salafiyah ilmiyah. Akan tetapi tujuan berdakwah dan nasehat tidak sampai. Orang tersebut sudah dongkol atau sakit hati kerana kita berdebat dengan cara yang kurang baik bahkan menggunakan kata-kata yang kasar. Hatinya tidak terima kerana merasa sudah dipermalukan, akibatnya ia menolak untuk  menerima dakwah.


Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ، الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ، الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ،

“Agama itu adalah nasihat, agama itu adalah nasihat, agama itu adalah nasihat”. [HR. Muslim 55/95]

Yang dimaksud dengan nasehat adalah menghendaki kebaikan. Jadi bukan tujuannya menunjukan kehebatan berdalil dan menang dalam berdebat.

Mengenai suka berdebat para nabi dan salafus shalih sudah memperingatkan kita tentang bahayanya. Nabi Sulaiman ‘alaihis salam berkata kepada anaknya:
يَا بُنَيَّ، إِيَّاكَ وَالْمِرَاءَ، فَإِنَّ نَفْعَهُ قَلِيلٌ، وَهُوَ يُهِيجُ الْعَدَاوَةَ بَيْنَ الْإِخْوَانِ "

“Wahai anakku, tinggalkanlah mira’ (jidal, mendebat kerana ragu-ragu dan menentang) itu, kerana manfaatnya sedikit. Dan ia membangkitkan permusuhan di antara orang-orang yang bersaudara.” [Syu’abul Iman: 8076 Al-Baihaqi, cetakan pertama, Darul Rusdi Riyadh, Asy-syamilah]


Mengenai berkata-kata kasar, maka ini tidak layak keluar dari lisan seseorang yang mengaku menisbahkan diri pada manhaj salaf. Renungkan firman Allah Ta’ala:

اذْهَبَا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى ْ فَقُولَا لَهُ قَوْلاً لَّيِّناً لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى


“Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut". [At-Thoha:43-44]


Kepada orang selevel Firaun saja harus berdakwah dengan kata-kata yang lemah lembut, apalagi kita akan mendakwahkan saudara kita seiman?. Maka gunakanlah kata-kata yang lembut dan bijaksana lagi penuh hikmah.

sumber: salafusholih.blogspot
              (dengan adaptasi)
  

No comments:

Post a Comment