Sunday, December 29, 2013
KISAH: KENAPA SAYA KELUAR DARI TARIQAT SUFI
Qodiriyah adalah nama sebuah tarekat yang berkembang dan berpusat di Iraq dan Syria kemudian diikuti oleh umat muslim yang tersebar di Yaman, Turki, Mesir, India, Afrika dan Asia. Tarekat ini sudah berkembang sejak abad ke-13. Namun meski sudah berkembang sejak abad ke-13, tarekat ini baru terkenal di dunia pada abad ke 15 M.
Tarekat Qodiriyah ini dikenal luwes. Yaitu bila murid sudah mencapai derajat syeikh, maka murid tidak mempunyai suatu keharusan untuk terus mengikuti tarekat gurunya. Bahkan dia berhak melakukan modifikasi tarekat yang lain ke dalam tarekatnya. Terdapat puluhan tarekat yang masuk dalam pecahan aliran Qidiriyah. Seperti Banawa yang berkembang pada abad ke-19, Ghawtsiyah (1517), Junaidiyah (1515 M), Kamaliyah (1584 M), dan lain-lain, semuanya berasal dari India. Di Turki terdapat tarekat Hindiyah, Khulusiyah,dal lain-lain. Dan diYaman ada tarekat Ahdaliyah, Asadiyah, Mushariyyah. Sedangkan di Afrika diantaranya terdapat tarekat Ammariyah, Tarekat Bakka’iyah, dan lain sebagainya.
Di Indonesia, perpecahan tarekat Qodiriyah ini secara khusus dibawa oleh Syaikh Achmad Khotib Al-Syambasi digabungkan dengan tarekat Naqsyabandiyah menjadi tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah . Kemudian garis salsilahnya yang salah satunya melalui Syaikh Abdul Karim Tanara Al-Bantani berkembang pesat di seluruh Indonesia.
Syaikh Abdul Karim Tanara Al-Bantani ini berasal dari Banten. Selanjutnya jalur salsilahnya berlanjut ke Abdullah Mubarok Cibuntu atau lazim dikenal sebagai Syaikh Abdul Khoir Cibuntu Banten. Terus berlanjut ke Nur Annaum Suryadipraja bin Haji Agus Tajudinyang berkedudukan di Pabuaran Bogor. Selanjutnya garis salsilah ini saat ini berlanjut ke Al Waasi Achmad Syaechudin.
*********
Berikut ini kisah perjalanan dakwah Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu hafidzahullah sebelum beliau mengenal dakwah Salafiyah. Bagaimana kesesatan Sufi yang banyak menyimpang dari tauhid menemani langkah dakwah beliau.
Thariqat Qodiriyyah
Salah seorang mengundangku bersama syaikh yang mengajari saya ilmu nahwu dan tafsir. Kamipun pergi kerumah syaikh itu. Setelah selesai makan malam, orang-orang yang hadir kemudian berdiri, berdzikir, melompat, goyang ke kiri dan ke kanan dengan menyebut lafadz ( الله…) ( الله…).
Saya hanya berdiri dan tidak bergerak, kemudian saya duduk di bangku hingga bagian pertama selesai.
Saya melihat keringat mereka bercucuran, kemudian mengambil handuk dan membersihkannya.
Ketika waktu sudah mendekati tengah malam, saya tinggalkan mereka dan pergi ke rumah.
Pada hari kedua, saya bertemu dengan salah seorang diantara merek. Ia juga seorang guru sepertiku. Saya katakan kepadanya:”Hingga kapan kalian melakukan ini?”
Ia menjawab:”Hingga jam dua, setelah lewat tengah malam, lalu kami menuju rumah untuk tidur”.
“Lalu kapan kalian sholat subuh?” Tanya saya selanjutnya
Ia menjawab:”Kami tidak sholat shubuh tepat pada waktunya, bahkan terkadang lewat begitu saja”.
Saya hanya dapat bergumam dalam hati:”Masya Allah, dzikir model apa ini yang telah melalaikan sholat subuh?”.
Saya teringat dengan perkataan ‘Aisyah radhiallahu ‘anha yang menceritakan keadaan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam:
كان ينام أول الليل, ويحيي آخره (رواه البخاري؛ مسلم)
“Beliau selalu tidur pada awal malam dan menghidupkan akhir malam” (HR. Bukhori; Muslim).
Sementara orang-orang shufi ini melakukan hal yang sebaliknya. Mereka menghidupkan awal malam dengan perbuatan bid’ah dan mengisi akhir malamnya dengan tidur lalu melalaikan sholat subuh.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
{فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ.الَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ } (4-5) سورة الماعون
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya” (QS. Al-Maa’un: 4-5).
Maksudnya adalah mereka yang menunda sholat hingga waktunya terlewatkan.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ركعتا الفجر خير من الدنيا وما فيها (رواه الترمذي)
“Dua roka’at sholat subuh lebih baik dari dunia dengan segala isinya” (HR. At-Tirmidzi. Di shahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Jami’us Shohih).
Bertepuk Tangan Ketika Berdzikir
Ketika saya di masjid dan halaqoh dzikir berlangsung setelah sholat Jum’at, saya duduk menonton mereka. Dan agar mereka semakin semangat, salah seorang diantara mereka melakukannya dengan bertepuk tangan.
Lalu saya memberi isyarat kepadanya bahwa perbuatan itu adalah haram dan tidak boleh dilakukan, tetapi ia tidak berhenti bertepuk tangan.
Ketika selesai, saya menasehatinya, tetapi ia tidak menerima. Dan beberapa saat kemudian, saya menemuinya lagi untuk mengingatkannya, bahwa bertepuk tangan itu adalah termasuk perbuatan orang-orang musyrik sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Azza wa Jalla:
{وَمَا كَانَ صَلاَتُهُمْ عِندَ الْبَيْتِ إِلاَّ مُكَاء وَتَصْدِيَةً …} (35) سورة الأنفال
“Sholat mereka di sekitar Baitullah itu, tidak lain hanyalah siulan dan tepukan tangan..” (QS. Al-Anfaal: 35).
Lalu ia berkata:”Tetapi syaikh fulan membolehkannya”.
Saya berkata dalam hati bahwa telah berlaku atas mereka firman Allah Azza wa Jalla:
{اتَّخَذُواْ أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ } (31) سورة التوبة
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam…” (QS. At-Taubah: 31).
Ketika ‘Adiy bin At-Tha’iy radhiallahu ‘anhu mendengar ayat tersebut – ketika itu beliau masih dalam keadaan Nashraniy – ia berkata:”Wahai Rasulullah, kami tidak menyembah mereka”.
Kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اليس يحلون لكم ما حرم الله فتحلونه, ويحرمون ما أحل الله فتحرمون؟ قال: بلى, قال النبي صلى الله عليه و سلم: فتلك عبادتهم (رواه الترمذي, البيهقي).
“Bukankah mereka (para rahib itu) menghalalkan untuk kalian apa yang Allah haramkan, lalu kalia menghalalkan juga? Dan mereka mengharamkan apa yang dihalalkan Allah, lalu kalian mengharamkannya juga? Ia barkata:Ya. Bersabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam:”Itulah bentuk penyembahan kepada mereka” (HR. At-Tirmidzi; Al-Baihaqiy. Hadits Hasan).
Kemudian saya menghadiri halaqoh dzikir lain, di masjid yang sama, dimana seseorang berdzikir sambil bertepuk tangan. Saya katakan kepada mereka setelah selesai:”Sesungguhnya suara Anda sangat indah, tetapi tepuk tangan ini haram hukumnya”. Lalu ia menjawab:”Alunan lagu yang kami nyanyikan tidak sempurna bila tidak disertai dengan tepuk tangan. Seorang syaikh yang lebih besar (alim) dari Anda pernah melihat saya melakukan ini dan ia tidak mengingkarinya (menegurku)”.
Jika kita memperhatikan, sebenarnya orang-orang yang melakukan dzikir seperti ini telah melakukan pengingkaran terhadap nama-nama Allah, karena menyebut ( الله, آه, هي, هو,يا هو)
Penggantian nama Allah dan penyimpangan ini hukumnya haram, dan karena itu maka orang yang melakukannya akan dihisab pada hari kiamat nanti.
Memukul Dengan Besi
Di dekat rumah kami, ada sekelompok orang-orang shufi. Saya biasa datang ke sana untuk mengetahui lebih jauh dzikir yang mereka baca. Setelah sholat ‘Isya, orang-orang yang akan menyanyikan bait-bait lagu mulai berdatangan. Mereka semua tidak berjenggot dan menyenandungkan bait syair yang sama:
هات كاس الراح ### واسقنا الأقداح
Berilah kami segelas arak Berilah kami minuman arak
Mereka mengulang-ulang bait syair ini sambil mengoyang-goyangkan tubuh mereka ke kanan dan ke kiri. Pemimpin kelompok mereka mengulangi bait syair ini, kemudian diikuti oleh para pengikutnya. Sehingga mereka seperti kelompok paduan suara.
Mereka tidak merasa malu menyebutkan kata-kata khamar (arak) di dalam masjid yang seharusnya di jadikan tempat sholat dan membaca Al-Qur’an. Karena ( الراح) dalam bait syair itu bermakna khamar, sementara Allah Azza wa Jalla telah mengharamkan arak ini dalam Al-Qur’an dan juga Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits-haditsnya.
Kemudian setelah itu, rebana mulai dipukul bertalu-talu dengan suara yang keras. Lalu salah seorang diantara mereka yang paling tua tampil ke depan, membuka bajunya dan berteriak dengan suara yang keras:”Wahai kakek!”.
Yang mereka maksudkan adalah meminta pertolongan kepada salah seorang nenek moyang mereka dari kalangan tarekat Rifa’iyyah. Karena mereka terkenal dengan perbuatan ini.
Kemudian ia mengambil sepotong besi dan menusukkannya ke dalam perutnya sambil berteriak dengan suara keras:”Wahai kakek!”.
Setelah itu, seorang laki-laki berpakaian tentara datang dengan jenggot yang dicukur habis mengambil gelas dari kaca dan mengunyahnya dengan giginya.
Saya berkata dalam hati, bila tentara itu benar dan jujur, kenapa ia tidak berangkat berjihad melawan orang-orang Yahudi, bukankah itu lebih baik daripada memecahkan gelas dengan giginya. Dan itu terjadi pada tahun 1967 M ketika orang-orang Yahudi merbut dan menguasai beberapa wilayah Arab di semenanjung Arab, sementara pasukan-pasukan Arab mengalami kekalahan telak dan kerugian perang yang tidak sedikit. Sementara tentara yang satu ini tidak dapat melakukan apa-apa, bahkan ia melakukan kemaksiatan lain dengan memotong jenggotnya.
Ada beberapa hal yang menjadi catatan atas perbuatan itu, diantaranya adalah:
1. Sebagian orang menganggap, bahwa perbuatan dan aksi ini adalah termasuk karamah. Mereka tidak tahu bahwa sebenarnya perbuatan yang mereka lakukan itu adalah berasal dari syaithan-syaithan yang juga hadir berkumpul di sekeliling mereka, yang senantiasa menolong mereka dalam kesesatan. Karena ketika mereka memohon pertolongan kepada nenek moyang, berarti mereka telah berpaling dari dzikrullah kepada perbuatan mempersekutukan Allah Azza wa Jalla (Baca: syirik).
Berdasarkan firman Allah Azza wa Jalla:
{وَمَن يَعْشُ عَن ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ. وَإِنَّهُمْ لَيَصُدُّونَهُمْ عَنِ السَّبِيلِ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُم مُّهْتَدُونَ} (36-37) سورة الزخرف.
“Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al Quran), kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. Dan sesungguhnya syaitan-syaitan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk” (QS. Az-Zukhruf: 36-37).
Allah mengejek mereka melalui perantaraan mereka ini, sehingga mereka bertambah sesat. Allah Azza wa Jalla berfirman:
{قُلْ مَن كَانَ فِي الضَّلَالَةِ فَلْيَمْدُدْ لَهُ الرَّحْمَنُ مَدًّا حَتَّى } (75) سورة مريم
“Katakanlah: “Barang siapa yang berada di dalam kesesatan, maka biarlah Allah yang Maha Pemurah memperpanjang tempo baginya…” (QS. Maryam: 75).
2. Dan tidak diragukan lagi, bahwa hal itu terjadi karena bantuan dan kemampuan syaithan. Nabi Sulaiman ‘Alaihis Sallam juga pernah meminta pertolongan kepada pasukannya untuk membawa singgasana Ratu Balkis, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla:
{قَالَ عِفْريتٌ مِّنَ الْجِنِّ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَن تَقُومَ مِن مَّقَامِكَ وَإِنِّي عَلَيْهِ لَقَوِيٌّ أَمِينٌ} (39) سورة النمل
“Berkata ‘Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin: “Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgsana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya.” (QS. An-Naml: 39).
Orang-orang yang pergi ke India, sebagaimana yang dilakukan oleh Ibn Batutah dan yang lainnya, akan menyaksikan hal yang lebih banyak lagi dilakukan oleh orang-orang Majusi.
3. Masalahnya bukan banya masalah karomah dan wali, tetapi memukul dan menusuk tubuh dengan besi atau dengan apa saja adalah termasuk perbuatan syaithan yang selalu hadir dimana ada nyanyian dan musik yang merupakan seruling syaithan. Dan kebanyakan orang-orang yang melakukan perbuatan seperti ini telah melaukan perbuatan maksiat, bahkan jelas-jelas merupakan perbuatan syirik kepada Allah. Jadi bagaimana mungkin hal itu timbul dari para wali dan pemilik karomah sementara Allah Azza wa Jalla berfirman:
{أَلا إِنَّ أَوْلِيَاء اللّهِ لاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ.الَّذِينَ آمَنُواْ وَكَانُواْ يَتَّقُونَ} (62-63) سورة يونس
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa” (QS. Yunus: 62-63).
Yang dimaksud dengan wali Allah itu adalah orang yang mukmin dan bertaqwa yang menjauhi perbuatan syirik dan maksiat. Ia senantiasa memohon pertolongan kepada Allah Azza wa Jalla semata, baik di saat susah maupun di kala senang. Boleh jadi karomah akan datang kepadanya tanpa ia minta dan tanpa mempertontonkannya di hadapan orang-orang.
4. Syaikhul Islam Ibn Taimiyah rahimahullah berkata tentang perbuatan-perbuatan atau kejadian-kejadian ini yang bersumber dari orang-orang seperti mereka:”Perbuatan ini tidak akan muncul ketika mereka membaca Al-Qur’an atau ketika melaksanakan sholat, karena amalan-amalan itu (yakni: Membaca Al-Qur’an dan Sholat, ed) adalah bentuk ibadah yang disyariatkan, tanda keimanan dan ajaran Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam yang justru akan mengusir syaithon. Sementara perbuatan mereka lakukan adalah bid’ah, tanda kesyirikan, ajaran syaithon dan pengaruh filsafat, yang semuanya dapat mengundang syaithon”.
5. Seorang laki-laki Salafiyyah pernah menyuruh salah seorang diantara mereka yang menusuk dirinya dengan besi untuk menusukkan pentil ke dalam matanya. Orang itu ternyata menolak dan takut, yang menunjukkan bahwa ia memasukkan besi ke dalam tubuhnya dengan besi khusus. Orang-orang yang pernah melakukan perbuatan semacam ini dan kemudian bertaubat, bercerita tentang adanya darah yang mengalir dari mereka lalu mencucinya setelah itu.
6. Seorang Muslim yang dapat dipercaya, melihat dengan mata kepala sendiri, seorang tentara yang menusukkan tubuhnya dengan besi yang memiliki bentuk khusus. Ia melihat bekas-bekas darah yang membasahi besi itu. Ketika orang itu dibawa ke komandan tentara, ia berkata kepada orang itu:”Kami akan memukul kedua kakimu dengan cambuk, bila engkau benar maka bersabar dan tahanlah”. Ketika ia mulai dipukul, iapun menangis, berteriak, meraung-raung, meminta tolong dan tidak tahan dengan pukulan. Tentara-tentara lainpun mentertawakan dan mengejeknya.
Kesimpulan Tentang Thariqat Qodiriyyah
Memukul tubuh dengan besi, tidak pernah dilakukan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabatnya, tabi’in, Tabi’ut Tabi’in (ed), dan imam-imam Mujtahid. Seandainya perbuatan tersebut mengadung kebaikan, tentulah mereka yang pertama kali melakukannya sebelum kita. Tetapi perbuatan tersebut adalah perbuatan bid’ah yang dilakukan oleh orang-orang sebelum mereka yang senantiasa meminta pertolongan kepada syaithon-syaithon. Mereka adalah orang-orang musyrik kepada Allah Azza wa Jalla. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah mengancam perbuatan bid’ah ini dalam sabdanya:
إياكم ومحدثات الأمور, فإن محدثة بدعة, وكل بدعة ضلالة, وكل ضلالة في النار
“Hati-hatilah kalian dari perkara-perkara yang muhdats (=baru dalam agama)karena setiap yang muhdats adalah bid’ah, setiap yang bid’ah adalah sesat dan setiap yang sesat di Neraka tempat kembalinya” (HR. An-Nasa’i. Hadits Shohih).
Dan perbuatan ahli bid’ah itu tertolak dan tidak diterima oleh Allah Azza wa Jalla, berdasarkan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam:
من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد (يعني: مردود –عبد الرحمن-).
“Barangsiapa yang melakukan suatu perbuatan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka perbuatan itu tertolak” (HR. Muslim).
Ahli Bid’ah, meminta pertolongan kepada orang yang sudah meninggal dan kepada syaithon-syaithon. Perbuatan ini termasuk perbuatan syirik yang mendapatkan peringatan keras dari Allah Azza wa Jalla dalam firman-Nya:
{لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُواْ إِنَّ اللّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُواْ اللّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللّهُ عَلَيهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ} (72) سورة المائدة
Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam”, padahal Al Masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu.” Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun” (QS. Al-Maidah: 72).
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
من مات وهو يدعو من دون الله ندا دخل النار (رواه البخاري).
“Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan ia memohon kepada sesuatu selain Allah sebagai tandingan-Nya, maka ia akan masuk Neraka” (HR. Bukhori).
Dan barangsiapa yang mempercayai dan menolong mereka, maka ia termasuk golongan mereka.
sumber: http://taubatnashuha.wordpress.com/2013/01/05/kisah-sufi-taubat-kenapa-saya-keluar-dari-sufi-tarekattariqat-qodiriyah/
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
oh begitu ya,cara anda menyerang orang
ReplyDeletepengamal tasawuf ( thoriqoh ),banyak se
kali ya anda membawa dalil dalil yang sa
lah tempat,mau alim,ulamak rupanya and
a pengikut Dajjal Ibnu Wahab alias khawarij
nya Islam.
Mau jadi JAGOAN anda di dunia islam.
ReplyDeleteAnda pengikut Dajjal Wahabi zaman dulu
ReplyDeleteYang menghancurkan Aswaja di Haramain
Mekah dahulu,kini anda SOK sok'an Alim
ttg dalil yg salah tempat nya,di hati anda
ada hawa IBLIS,SOK alim...
Sampai kapanpun engkau akan selalu memojokkan pengamal Tarekat karena sesungguhnya engkau tidak mengerti Syariat, apalagi hakikat..
ReplyDeleteEngkau merasa sudah makrifat padahal ayat ayat Alquran engkau comot sesuai kepentinganmu..tanpa mengindahkan kaidah tafsir dan Ilmu Asbabun Nuzul..
saya pernah bertanya kepada guru saya tentang orang ini guru saya sangat mengenal wataknya dan dia ahli dusta
ReplyDelete