Saturday, January 11, 2014

MAULID NABI MENURUT SYAIKH AL-UTSAIMIN





Syaikh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin pernah ditanya tentang hukumnya memperingati  maulid Nabi?


Syaikh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin menjawab:


Malam kelahiran Rasulullah tidak diketahui secara qath’i (pasti), bahkan sebagian ulama kontemporer menguatkan pendapat yang mengatakan bahwa ia terjadi pada malam ke-9 Rabi’ul Awal, bukan malam ke-12. Jika demikian, peringatan maulid Nabi Muhammad pada malam ke-12 Rabi’ul Awal tidak ada dasarnya, bila dilihat dari sisi sejarahnya.


Dilihat dari sisi syar’i, peringatan maulid Nabi tidak ada dasarnya. Sekiranya acara peringatan maulid Nabi disyareatkan dalam agama kita, pastilah acara maulid ini telah diadakan oleh Nabi atau sudah barang tentu telah beliau sampaikan kepada umatnya. Dan jika sekiranya telah beliau adakan atau sampaikan kepada umatnya, niscaya ia tetap terpelihara ajarannya hingga hari ini, kerana Allah berfirman:


إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الِّذكْرَوَإِنَّا لَهُ لَحَفِظُوْنَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al Hijr: 9)


Dan pada saat acara peringatan maulid Nabi tidak terpelihara ajarannya hingga sekarang ini, maka jelaslah bahwa ia bukan termasuk ajaran agama. Dan jika ia bukan termasuk ajaran agama, berarti kita tidak diperbolehkan untuk beribadah kepada Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan acara peringatan maulid Nabi tersebut.


Allah telah menentukan jalan yang harus ditempuh agar dapat sampai kepada-Nya, yaitu jalan yang telah dilalui oleh Rasulullah, maka bagaimana mungkin kita sebagai seorang hamba menempuh jalan lain selain jalan-Nya, agar kita dapat sampai kepada Allah?.
Hal ini jelas merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak Allah, karena kita telah membuat syari’at baru pada agamaNya yang tidak ada perintah dari-Nya. Dan ini pun termasuk bentuk pendustaan terhadap firman Allah:


اليوم أكملت لكم دينكم واتممت عليكم نعمتى ورضيت لكم الإسلم ديناخ فمن اضطر في مخمصة غير متجنف لاثملا فإن الله عفوررحيم
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al Maidah: 3)


Maka kita perjelas lagi, jika sekiranya acara peringatan maulid Nabi termasuk bagian dari kesempurnaan dien (agama), berarti ia telah membuat perkara baru dalam agama (bid’ah) sesudah wafatnya Rasulullah dan pada perkataannya terkandung kedustaan terhadap ayat Allah yang mulia ini.


Maka tidak diragukan lagi, bahwa orang-orang yang mengadakan acara peringatan maulid Nabi, pada hakikatnya bertujuan untuk memuliakan (mengagungkan) dan mengungkapkan kecintaan terhadap Rasulullah, serta menumbuhkan ghairah (semangat) dalam beribadah yang diperoleh dari acara peringatan maulid Nabi tersebut. Dan ini semua ini termasuk ibadah. Cinta kepada Rasulullah termasuk ibadah, dimana keimanan seseorang tidaklah sempurna hingga ia mencintai Nabi melebihi kecintaannya terhadap diri sendiri, anak-anaknya, orang tuanya dan seluruh manusia. Demikian pula memuliakan (mengagungkan) Rasulullah termasuk ibadah. Dan juga termasuk ibadah menumbuhkan ghairah (semangat) dalam mengamalkan syariat Nabinya.



Kesimpulannya adalah bahwa mengadakan peringatan maulid Nabi dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan pengagungan terhadap Rasulullah termasuk ibadah. Jika ia termasuk ibadah maka kita tidak diperbolehkan untuk mengadakan perkara baru pada agama Allah (bid’ah) yang bukan syariatNya. Maka peringatan maulid Nabi termasuk bid’ah dalam agama dan diharamkan.


Kemudian kita mendengar informasi bahwasanya pada acara peringatan maulid Nabi terdapat kemungkaran-kemungkaran yang besar, yang tidak dibenarkan syar’i, indera maupun akal. Di mana mereka mensenandungkan qasidah yang di dalamnya mengandung pengkultusan kepada Nabi hingga terjadi pengagungan yang melebihi pengagungannya kepada Allah.


Dan juga kita mendengar informasi tentang kebodohan sebagian orang yang mengikuti acara peringatan maulid Nabi, di mana ketika dibacakan kisah maulid (kelahiran) nya, lalu ketika sampai pada perkataan (dan lahirlah Musthafa), maka mereka semua serentak berdiri. Mereka mengatakan bahwa roh Rasulullah telah datang maka kami berdiri sebagai penghormatan terhadap kedatangan rohnya. Dan ini jelas suatu kebodohan.


Dan bukan merupakan adab bila mereka berdiri untuk menghormati kedatangan roh Nabi, kerana Rasulullah merasa enggan (tidak senang) apabila ada sahabat yang berdiri untuk menghormatinya. Padahal kecintaan dan pengagungan para sahabat terhadap Rasulullah melebihi yang lainnya, akan tetapi mereka tidak berdiri untuk memuliakan dan mengagungkannya.  Ketika mereka melihat keengganan Rasulullah dengan perbuatan tersebut. Jika hal ini tidak mereka lakukan pada saat Rasulullah masih hidup, lalu bagaimana hal tersebut harus  dilakukan oleh manusia setelah beliau meninggal dunia?.


Bid’ah ini, maksudnya adalah bid’ah maulid, terjadi setelah berlalunya 3 (tiga) kurun waktu yang terbaik (masa sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in). Peringatan maulid Nabi telah menodai kesucian aqidah dan juga mengundang terjadinya ikhtilath (bercampur baurnya antara laki-laki dan wanita) serta menimbulkan perkara-perkara mungkar yang lainnya.


(Sumber: Majmu’ Fatawa dan Rasail Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, 2/298-300)



via:   http://jendelaal-islam.blogspot.com/2012/11/maulid-nabi-menurut-syaikh-al-utsaimin.html
via:   

No comments:

Post a Comment